TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID “EMULSI”
LAPORAN
PRAKTIKUM RESMI
TEKNOLOGI
SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID
“SHAMPO
SULFUR”
Untuk
memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah
Teknologi
Sediaan Semi Solid dan Liquid
Disusun
oleh :
Dayanara
Meutia Maliki P2.31.39.0.14.021
Devi
Herdinawati P2.31.39.0.14.023
Dhea
Salikha Khanum P2.31.39.0.14.025
Kelas/kelompok 1 A / A 4
Dosen
Pengawas
Dra.
Yetri Elisya, M.Farm, Apt.
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA
II
2015
TEKNIK SEDIAAN SEMI SOLID
SHAMPO
SULFUR
I.
TUJUAN
1. Mahasiswa
dapat memahami cara pembuatan sediaan farmasi dalam bentuk emulsi.
2. Menentukan
formula dan metode pembuatan serta evaluasi yang tepat dalam pembuatan Shampo
Sulfur.
II.
TEORI DASAR
Menurut farmakope
III, Emulsa (Emulsi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman.
9)
Menurut
Formularium nasional Edisi II, emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri
dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi
sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat
pengemulsi. Fase cairan terdispersi disebut fase dalam, sedangkan fase cairan
pembawanya disebut fase luar. (Formularium Nasional Edisi Kedua, Halaman. 314)
Shampo adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga setelah
itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi lembut,
mudah diatur dan berkilau. Dan merupakan produk perawatan rambut
yang digunakan untuk menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran
lain dari rambut.
Kata shampo
berasal dari bahasa Hindi champo,
bentuk imperatif dari champna,
"memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar
menjadi abu dan dicampur dengan air.
Shampo adalah
suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan
sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran yang melekat pada rambut
seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan
mudah ditata.
Shampo pada
umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air dengan tujuan untuk
melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut dan
membersihkan kotoran yang melekat. Namun tidak semua shampo berupa cairan atau
digunakan dengan campuran air, ada juga shampo kering berupa serbuk yang tidak
menggunakan air. Shampo kering ini selain digunakan oleh manusia, lebih umum
digunakan untuk binatang peliharaan seperti kucing yang tidak menyukai
bersentuhan dengan air.
Preparat shampo
harus meninggalkan kesan harum pada rambut, lembut dan mudah diatur, memiliki
performance yang baik (warna dan viskositas yang baik) harga yang murah dan
terjangkau. Secara spesifik suatu shampoo harus:
1. Mudah larut dalam
air, walapun air sadah tanpa mengalami pengendapan
2. Memiliki
daya bersih yang baik tanpa terlalu banyak menghilangkan minyak dari kulit
kepala
3. Menjadikan rambut
halus, lembut serta mudah disisir
4. Cepat bebusa dan
mudah dibilas serta tidak menimbulkan iritasi jika kontak dengan mata
5. Memiliki pH yang
baik netral maupun sedikit basa
6. Tidak iritasi
pada tangan dan kulit kepala
III.
PERMASALAHAN FARMASETIK
a. Preformulasi Zat
Aktif
1. Sulfur
Praecipitatum (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman. 591)
Pemerian :
Tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam
karbondisulfida, sukar larut dalam minyak zaitun,
sangat
sukar larut dalam etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat :
Antiskabies.
Konsentrasi : <5% Treated Stabies (Martindale edisi
28 hal.504).
b. Permasalahan
Farmasetik
·
Pada saat pengadukan menggunakan mixer telalu
lama sehingga terbentuk busa yang sangat banyak yang lama kelamaan busa
tersebut akan memadat.
c. Penyelesaian
Masalah
·
Jika menggunakan mixer jangan terlalu lama diaduk
supaya sediaan yang dibuat tidak membentuk banyak busa.
d. Preformulasi Zat
Tambahan
1. Natrii Lauryl
Sulfat (Farmakope Indonesia Edisi IV Halaman. 595)
Pemerian : Hablur kecil, berwarna putih atau
kuningmuda agak
berbau
khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air,
membentuk opalesen.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Surfaktan anionik,
emulsifying agent, detergen
pada shampo
Konsentrasi : Natrii Lauryl Sulfat
(Handbook of Pharmaceutical
Exipients
Halaman. 443)
Use
|
Concentration (%)
|
Anionic Emulsifier, Forms Self
Emulsifying Bases With Fatty Alcohols
|
0,5-2,5
|
Detergent in Medicated Shampos
|
~ 10
|
Skin Cleanser in Topical Applications
|
1
|
Solubilizer in Concentrations
Greater Than Critical Micelle Concentration
|
> 0,0025
|
Tablet Lubricant
|
1-2
|
Wetting Agent in Dentrifices
|
1-2
|
2. Acidum Stearicum
(Farmakope Indonesia Edisi III Halaman. 57)
Pemerian :
Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur, putih atau kuning pucat, mirip
lemak lilin.
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian
etanol (95%),dalam 2 bagian kloroform dan
dalam 3 bagian eter.
Suhu Lebur :
Tidak kurang dari 54°.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat Tambahan.
Konsentrasi : 9,1%
- 20%
3. Natrium
Hydroxydum (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman. 412)
Pemerian :
Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering,
keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur, putih,
mudah meleleh basah, sangat alkalis dan
korosif, segera
menyerapkarbondioksida.
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol(95%).
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat :
Zat tambahan
4. Methylis
Parabenum/Nipagin M (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman.378)
Pemerian :
Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
memiliki rasa,kemudian
agak membakardiikuti rasa tebal
Kelarutan :
Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dandalam
3
bagian aseton. Mudah larut dalam eterdan dalam
alkali
hidroksida, jika didinginkanlarutan tetap jernih.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat :
Zat pengawet.
Konsentrasi :
Nipagin (Methylis Parabenum) (Handbook of
Pharmaceutical Exipients Halaman. 310)
Use
|
Concentration (%)
|
IM, IV, SC Injections
|
0.065-0.25
|
Opthalmic Preparations
|
0.015-0.05
|
Oral Solutions and Suspensions
|
0.015-0.2
|
Topical Preparations
|
0.02-0.3
|
Vaginal Preparations
|
0.1-0.15
|
5. Aqua Destillata
(Air Suling) (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman. 96)
Pemerian :
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
IV.
ALAT DAN BAHAN
1.) Alat
•
Mortir dan stamper
•
Timbangan
•
Anak timbangan
•
Perkamen
•
Sudip
•
pinset
•
Beaker glass
•
Gelas ukur
•
Wadah
2.) Bahan
•
Sulfur praecipitatum
•
Natrii lauryl sulfat
•
Acidum stearicum
•
Natrium hydroxydum
•
Nipagin
•
Parfum (Oleum citri)
•
Aqua destillata
V.
FORMULA
R/ Sulfur
praecipitatum 2
%
Na
lauryl sulfat 25
%
Asam
stearat 7
%
NaOH 1
%
Nipagin 0,3
%
Parfum qs
Aqua
dest ad 100
ml
VI.
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
1.
Perhitungan :
1 botol (100 ml) = 100 ml
x 5 = 500 ml
a) Zat Aktif
·
Sulfur pp =
2% x 500 ml = 10 gram
b) Bahan Tambahan
•
Na lauryl sulfat =
25% x 500 ml = 125 gram
•
Asam stearat = 7%
x 500 ml = 35 gram
•
NaOH =
1% x 500 ml = 5 gram
•
Nipagin =
0,3% x 500 ml = 1,5 gram
•
Aqua dest =
ad 500 ml - (10 + 125 + 35 + 5 + 1,5)
= 500 - 176,5 =
323,5 ~ 324 ml
•
Oleum citri =
± 5 tetes
2.
Penimbangan :
a. Sulfur praecipitatum 10 gram
b. Natrii lauryl sulfat 125 gram
c. Acidum stearicum 35 gram
d. Natrium hydroxydum 5 gram
e. Nipagin 1,5 gram
f.
Parfum
(Oleum citri) ± 5
tetes
g. Aqua destillata 324 ml
VII.
PEMBUATAN
1. Siapkan alat dan
bahan
2. Setarakan
timbangan
3. Timbang bahan
obat
4. Kalibrasi
masing-masing botol 100 ml
5. Masukan acidum
stearicum tambahkan natrii lauryl sulfat kedalam beaker glass tambahkan sebagian
aqua dest panaskan diatas waterbath ad lebur
6. Masukan sulfur
praecipitatum gerus ad halus tambahkan nipagin gerus ad homogen tambahkan hasil
leburan gerus ad homogen (massa 1)
7. Larutkan NaOH
dengan sebagian aqua aduk ad larut tambahkan massa 1 gerus ad homogen tambahkan
sisa aqua gerus ad homogeny
8. Masukan parfum
(oleum citri) ± 5 tetes kedalam massa aduk ad homogeny
9. Masukan shampo
sulfur kedalam masing-masing botol ad 100 ml
VIII.
EVALUASI
1. Uji
Organoleptis
Evaluasi organoleptis dilakukan dengan
menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, dan tekstur sediaan. Adapun
hasil pengamatan organoleptis dari sediaan yang kami buat adalah sebagai
berikut:
Bentuk :
semi solid
Warna :
kuning pucat
Bau :
bau khas dari pewangi (bau ol.citri)
2. Uji stabilitas fisik
Stabilitas dapat didefinisikan sebagai
kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan. (Dirjen POM,1995).
Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah
untuk menjamin bahwa setiap bahan obat yang didistribusikan tetap memenuhi
persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan.
Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat
dari perubahan penampilan fisik, warna, rasa, dan tekstur dari formulasi
tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui
analisis kimia.
Adapun hasil uji stabilitas fisik dalam berbagai suhu dari sediaan
yang kami buat adalah sebagai berikut:
Suhu dingin (30c) : stabil, warna kuning pucat, bau khas
pewangi (oleum citri)
Suhu kamar : stabil, warna kuning pucat, bau
khas pewangi (oleum citri)
3. Uji pH
Dengan menggunakan kertas lakmus atau pH
indikator. masukkan ujung kertas lakmus atau pH Indikator kedalam shampo sulfur
(sekitar 1 menit). Tunggu beberapa saat sampai kertas lakmus atau pH indikator
berubah warnanya. Setelah warnanya stabil, cocokkan warna yang diperoleh oleh
kertas lakmus atau pH indikator tadi dengan bagan warna petunjuknya.
Adapun hasil uji pH dari sediaan yang kami buat adalah basa dengan pH
8 dengan menggunakan pH indikator.
Serta dengan menggunakan kertas lakmus,
kertas lakmus tersebut berubah warna dari berwarna merah menjadi biru yang
menandakan bahwa shampo sulfur tersebut bersifat basa.
4. Uji Perubahan Warna
Setelah sediaan emulsi diamati pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan
ke-5 didapati hasil bahwa shampoo sulfur tersebut tidak mengalami perubahan
warna sama sekali.
IX.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan
percobaan pembuatan Shampo Sulfur dan evaluasinya.
Menurut farmakope III, Emulsa (Emulsi)
adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok (Farmakope Indonesia Edisi III, Halaman. 9)
Shampo adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga setelah itu kulit kepala dan
rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi lembut, mudah diatur dan
berkilau. Dan merupakan produk perawatan rambut yang digunakan untuk
menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut.
Dalam praktik, kami melakukan pembuatan
Shampo Sullfur berdasarkan formula buatan sendiri. Untuk membuat formula
tersebut langkah pertama yang
kami lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang dipergunakan untuk
pembuatan sediaan shampo sulfur ini adalah mortir dan stamper, timbangan, anak
timbangan, perkamen, sudip, pinset, beaker glass, gelas ukur, wadah (botol
plastik) alat evaluasi sediaan.
Sedangkan bahan yang dipergunakan adalah sulfur
praecipitatum, natrii lauryl sulfat, acidum stearicum, natrium hydroxydum, nipagin,
parfum (Oleum citri), aqua destillata.
Setelah
alat dan bahan siap, langkah
kedua adalah menimbang bahan sesuai dengan perhitungan yang ada, dimana
sulfur praecipitatum 10 gram, natrii
lauryl sulfat 125 gram, acidum stearicum 35 gram, natrium hydroxydum 5 gram,
nipagin 1,5 gram, parfum (Oleum citri) ± 5 tetes, aqua destillata 324 ml. Semua bahan ini
ditimbang untuk 5 pembuatan shampo sulfur.
Langkah
ketiga, setelah penimbangan bahan adalah praktikan mengkalibrasi
masing-masing wadah (botol plastik), kemudian masukan acidum stearicum
tambahkan natrii lauryl sulfat kedalam beaker glass tambahkan sebagian aqua
dest panaskan diatas waterbath ad lebur, lalu masukan sulfur praecipitatum
gerus ad halus tambahkan nipagin gerus ad homogen tambahkan hasil leburan gerus
ad homogen (massa 1), larutkan NaOH dengan sebagian aqua aduk ad larut
tambahkan massa 1 gerus ad homogen tambahkan sisa aqua gerus ad homogeny, masukan
parfum (oleum citri) ± 5 tetes kedalam massa aduk ad homogeny. Tempatkan pada
wadah (botol plastik) menjadi 3 bagian, shampoo sulfur masing-masing sediaan
mempunyai berat 100 ml. Dimana sisa sediaan digunakan untuk proses evaluasi
disimpan di wadah botol yang lain.
Langkah
keempat, adalah evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah
evaluasi organoleptis, uji stabilitas fisik, uji keasaman (pH), uji perubahan
warna.
Evaluasi pertama adalah uji organoleptis,
evaluasi yang dilakukan dengan cara mengamati sediaan emulsi dilihat dari
bentuk, warna, dan bau dari sediaan shampoo sulfur yang dibuat tersebut.
Evaluasi ini dilakukan agar mengetahui
sediaan yang dibuat sesuai dengan standar emulsiyang ada, dalam arti sediaan
emulsi tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar emulsi.
Evaluasi kedua yaitu uji stabilitas fisik
dilakukan dengan cara mendiamkan emulsi selama beberapa hari dalam suatu suhu
yang berbeda yaitu:
•
Suhu dingin dilakukan menggunakan lemari
pendingin
•
Suhu kamar
Evaluasi ketiga yaitu uji keasaman (PH) dengan
menggunakan indikator PH dengan cara
mencelupkan indikator PH dalam sediaan emulsi dan lihat perubahan warna
pada indikator PH yang sudah dicelupkan dan bandingkan warna yang berubah
dengan warna PH, serta uji dengan kertas lakmus.
Evaluasi keempat yaitu mengamati
perubahan warna pada sediaan emulsi. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan warna sediaan cair yang disimpan selama waktu tertentu.
Berdasarakan masing – masing uji diperoleh hasil
sebagai berikut :
·
Uji organoleptis sediaan shampo sulfur yaitu
bentuknya semi solid, bau :bau khas dari pewangi (bau ol.citri), warna : kuning
pucat.
·
Uji stabilitas fisik dengan menempatkan sediaan shampo
sulfur dalam berbagai suhu selama 1 hari. Hasil yang diperoleh:
Ø
Suhu dingin :
stabil, kuning pucat, bau khas dari pewangi
(oleum citri)
Ø
Suhu kamar :
stabil, kuning pucat, bau khas dari pewangi
(oleum citri)
·
Uji keasaman (pH) menggunakan kertas untuk
mengukur pH dengan memasukan kertas tersebut ke dalam sediaan emulsi. Hasil
yang diperoleh ialah shampo sulfur berpH
8 (basa), serta uji dengan kertas lakmus menghasilkan warna biru pada
lakmus merah yang menandakan bahwa shampo sulfur bersifat basa.
·
Uji Perubahan Warna, setelah sediaan emulsi
diamati pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 didapati hasil bahwa shampoo
sulfur tersebut tidak mengalami perubahan warna sama sekali.
Pada praktikum
pembuatan sediaan shampo sulfur ini menggunakan zat aktif sulfur praecipitatum
yang mana berkhasiat sebagai antiskabies. Bahan tambahan lainnya yang digunakan
adalah nipagin yang mana berkhasiat sebagai pengawet (anonim, 1979). Penambahan
nipagin yang dianjurkan adalah 0,1% - 0,18% (Moh. Anief, 1998. Hal 112)
I.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Mahasiswa dapat membuat sediaan emulsi
dengan menggunakan formulasi buatan sendiri
2.
Shampo adalah suatu zat yang terdiri dari
surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna
untuk membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat,
sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata.
3.
Shampo Sulfur yang dibuat bentuknya
agak padat, warna sediaan kekuningan, serta berbau parfum (oleum citri)
4.
Penyimpanan Shampo Sulfur dilakukan dalam wadah tertutup rapat atau wadah ditempat
sejuk.
II.
DAFTAR PUSTAKA
1. Farmakope Indonesia edisi ketiga. 1979. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Farmakope Indonesia edisi keempat. 1995. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3. Anief, Moh, 1995,
Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Anonim.
1979. Farmakope Indonesia edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
5. Handbook Of
Pharmaceutical Excipients
6. Formularium
Nasional Edisi Kedua
Link Download File dibawah ini