LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN
SEMI SOLID DAN LIQUID EMULSI BALSAM PERUV
Tanggal
praktikum : 26 Mei 2015
I.
TUJUAN
Membuat sediaan emulsi dengan menggunakan emulgator alam dan
sintesis serta pengaruh bahan pengental, dan mengamati stabilitas fisiknya.
II.
LATAR BELAKANG
Emulsi menurut Farmakope Indonesia edisi III hal 9, emulsi adalah sediaan
yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan
pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi menurut Farmakope Indonesia edisi IV hal 6, emulsi adalah sistem
dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam
bentuk tetesan kecil.
Emulsi menurut Formularium Nasional edisi 2 hal , emulsi adalah sediaan
berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem disperse, fase cairan
yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,
umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang
artinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya
dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi
semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai
protein yang terdapat dalam biji tersebut. Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli
farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari olium olivarum, oleum
anisi dan eugenol oil dengan menambahkan penggunaan gom arab, tragacanth,
kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari luar
disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
Ø Komponen Emulsi
Komponen dari
emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Komponen dasar : adalah
bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas :
-
Fase disperse / fase internal / fase discontinue, yaitu zat
cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain
-
Fase continue / fase external / fase luar, yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut
-
Emulgator adalah bagiann dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi
2. Komponen Tambahan : adalah
bahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Misalnya corigen saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), anti
oksidan.
Preservative
yang digunakan antara lain metil, etil, propil dan butyl paraben, asam
benzoate, asam sorbet, fenol, kresol, klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil
merkuri asetat dan lain-lain.
Antioksidan
yang digunakan antara lain asam askorbat, l-tocopherol, asam sitrat, propil
gallat, asam gallat.
Ø Tipe Emulsi
Berdasarkan
macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka
emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi Tipe O/W (oil in
water) atau M/A (minyak dalam air)
Adalah emulsi
yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase
internal dan air sebagai fase external.
2. Emulsi Tipe W/O (water in
oil) atau A/M (air dalam minyak)
Adalah emulsi
yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase
internal dan minyak sebagai fase external.
Ø Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat
untuk diperoleh suatu perparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bercampur, Tujuan pemakaian emulsi, yaitu :
1. Dipergunakan sebagai obat
dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w
2. Dipergunakan sebagai obat
luar / topikal.
Untuk
pemakaian topikal berupa emulsi semi solid. Bisa tipe o/w maupun tipe w/o
tergantung banyak factor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang
dikehendaki.
3. Dipergunakan sebagai obat
injeksi. Umumnya tipe emulsi o/w
Ø Teori Terjadinya Emulsi
Untuk
mengetahui prose terbentuknya emulsi dikenal 3 macam teori, yang melihat proses
terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah :
-
Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul mempunyai daya Tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut gaya kohesi. Selain itu
molekul juga memiliki daya Tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis
disebut daya adhesi. Dalam teori ini
dikatakan dengan penambahan emulgator akan menurunkan / menghilangkan tegangan
yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan
mudah bercampur.
-
Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul
emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
·
Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka
terhadap air.
·
Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka terhadap
minyak.
Masing-masing kelompok
akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok hidrofil menyukai
air dan kelompok lipofil menyukai minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah
menjadi tali pengikat antara air dan minyak. Antara kedua kelompok tersebut
akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator
memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu
dikenal dengan istilah H.L.B (Hydrophyl Lipophyl Balance) yaitu angka yang
menunjukan perbandingan antara kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Semakin
besar angka HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya
emulgatr tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian pula sebaliknya.
-
Teori Interpasial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air
dan minyak, sehingga membentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase disper menjadi
stabil.
Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang
dipakai adalah :
§ Dapat membentuk lapisan
film yang kuat tapi lunak
§ Jumlahnya cukup untuk
menutup semua permukaan partikel fase dispers
§ Dapat membentuk lapisan
film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.
Ø Bahan pengemulsi
(Emulgator)
a) Emulgator Alam
Yaitu emulgator
yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu :
1) Emulgator alam dari
tumbuh-tumbuhan
Pada umumnya
termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap
elektrolit dan alcohol kadar tinggi.
-
Gom Arab : sangat baik untuk emulsi tipe o/w dan untuk obat
minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental.
-
Tragacanth : disperse tragacanth dalam air sangat kental
sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan
tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum
pada pH 4,5-6. Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air
20x berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental tidak dapat
membentuk koloid pelindung.
-
Agar-Agar : emulgator ini kurang efektif apabila dipakai
sendirian. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari
emulsi dengan gom arab. Sebelum digunakan agar-agar tersebut dilarutkan dengan
air mendidih kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari
45⁰C (bila suhu kurang dari 45⁰C larutan agar-agar akan berbentuk gel).
Biasanya digunakan 1-2 %.
2) Emulgator Alam Dari Hewan
-
Kuning telur : mengandung lecitin (golongan protein / asam
amino) dan kolesterol yang dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan
emulgator tipe o/w. zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali
beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.
-
Adeps Lanae : zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan
emulgator tipe w/o dan banyak digunakan untuk pemakaian luar. Penambahan
emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan
kering dapat menyerap air 2x beratnya.
3) Emulgator Alam Dari Tanah
Mineral
-
Magnesium Alumunium Silikat / Veegum : merupakan senyawa
anorganik yang terdiri dari garam magnesium dan alumunium. Dengan emulgator ini
emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w. sedangkan pemakaian yang lazim
adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
-
Bentonit : tanah liat yang terdiri dari senyawa alumunium
silikat yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa
seperti gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5%, membentuk
emulsi tipe w/o.
b) Emulgator Buatan
1) Sabun : sangat banyak dipakai
untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat digunakan sebagai
emulgator tipe o/w maupun tipw w/o, tergantung dari valensinya. Bila sabun
tersebut bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe o/w,
sedangkan sabun bervalensi 2, missal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe
w/o.
2) Tween 20 : 40 : 60 : 80
3) Span 20 : 40 : 80
Ø Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3
metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat dapat dijelaskan :
1. Metode Gom kering atau
Metode Kontinental
Dalam metode
ini zat pengemulsi (biasanya gom arab) dicampur dengan minyak terlebih dahulu,
kemudian ditambahkan air untuk pembentuk corpus emulsi, baru diencerkan dengan
sisa air yang tersedia.
2. Metode Gom Basah atau
Metode Inggris
Zat pengemulsi
ditambahkan kedalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu
mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi,
setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.
3. Metode Botol atau Metode
Botol Forbes
Digunakan
untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas
rendah (kurang kental) serbuk gom dimasukan kedalam botol kering, kemudian
ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan
kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil di kocok.
Ø Cara Membedakan Tipe
Emulsi
Dikenal
beberapa cara untuk membedakan tipe emulsi :
1. Dengan Pengenceran Fase
Setiap emulsi
dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe
o/w dapat diencerkan dengan air sedangkan tipe w/o dapat diencerkan dengan
minyak.
2. Dengan Pengenceran atau
Pemberian Warna
Zat warna akan
tersebar merata dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase eksternal
dari emulsi tersebut. Misalnya :
-
Emulsi + larutan sudan III dapat memberi warna merah pada
emulsi tipe w/o, karena sudan III larut dalam minyak
-
Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada
emulsi tipe o/w, karena metilen blue larut dalam air
3. Dengan Kertas Saring
Bila emulsi
diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi o/w
dan bila timbul noda minyak pada kertas berarti emulsi tipe w/o
4. Dengan Konduktivitas
Listrik
Alat yang
dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan K ½ watt lampu neon ¼ watt
semua dihubungkan secara seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda
dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w dan akan mati bila dicelupkan pada tipe
emulsi w/o.
Ø Kestabilan Emulsi
Emulsi
dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti di bawah ini :
a) Creaming : yaitu
terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase
dispers lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible
artinya apabila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
b) Koalesen dan Cracking
(Breaking) : adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak
dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversible (tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
-
Peristiwa kimia, seperti penambahan alcohol, perubahan pH,
penambahan CaO / CaCl2exicatus.
-
Peristiwa fisika seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan,
pengadukan.
c) Inversi : adalah peristiwa
berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya.
Bersifat irreversible (tidak bisa diperbaiki).
III.
PREFORMULASI
A.
Preformulasi Zat Aktif
Balsamum
peruvianum (FI ed. III hal.102)
Balsam peru
adalah eksudat kental yang diperoleh dari batang Myroxylon Pereirae (Royle)
klotzch yang telah dihanguskan dan di lukai, mengandung minyak aromatik yang
tidak berwarna dan tidak kurang dari 53 % dan tidak lebih dari 66 % dan sering
disebut ‘’sinamein’’ yang merupakan campuran benzilebenzoate dan benzilsinamat
; damar tidak kurang dari 20 % dan tidak lebih dari 28 % ; asam sinamat tidak
kurang dari 10 % dan tidak lebih dari 22 % dan sedikit vanillin.
Pemerian :
cairan kental, lengket, tidak berserat ; coklat tua dalam lapisan tipis
berwarna coklat, transparan kemerahan, bau aromatik khas menyerupai vanillin.
Kelarutan :
larut dalam kloroform P ; sukar larut dalam eter P ; dalam eter minyak tanah P
dan dalam asam asetat glasial P.
Bobot jenis
1,140 – 1,170
Penyimpanan
dlam wadah tertutup baik
Konsentrasi
12,5 %
B.
Preformulasi Zat Tambahan
a. Gummi Arabicum ( FI ed.
III hal. 279)
Gummi arabicum
adalah eksudat gom kering yang diperoleh dari batang dan dahan acacia senegal
willd, dan beberapa spesies acacia lain
Pemerian : hampir tidak berbau ; rasa tawar seperti lender
Kelarutan :
mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya,
praktis tidak larut dalam etanol (95%) P
Susut pengeringan : tidak lebih dari 15,0 %
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan emulsifying agent
Dengan konsentrasi 5-10% (Handbook hal. 1)
b. Tanninum (FI ed. III hal.
59)
Acidum tannicum (asam tanat)
Asam tanat diperoleh dari
gallae. Beberapa spesies Quercus, dengan cara fermentasi khusus dan penyarian
dengan eter jenuh air P.
Pemerian :
massa ringan mengkilap atau serbuk halus ; putih kekuningan atau kecoklatan
muda ; bau khas ; rasa astringen kuat.
Kelarutan : larut dalam
tidak kurang dari 1 bagian air dan dalam tidak kurang dari 1 bagian etanil (95
%) P ; sangat sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P sangat mudah larut
dalam aseton P ; perlahan-lahan larut dalam 1 bagian gliserol P.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat
dan penggunaan sebagai astringen
c. Glycerolum (FI ed. III
hal. 271)
pemerian :
cairan seperti sirup ; jernih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; manis diikuti
rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan dalam beberapa lama pada suhu rendah
dapat memadat membentuk rasa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga
suhu mencapai lebih kurang 20⁰.
Kelarutan :
dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ; praktis tidak larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan (Handbook hal. 204)
Use
|
Concentration
|
Antimicrobial preservative
|
› 20
|
Emollient
|
Up to 30
|
Humectant
|
Up to 30
|
Ophthalmic formulation
|
0,5-3,0
|
Plasticizer in tablet film coating
|
Variable
|
Solvent for parenteral formulation
|
Up to 50
|
Sweeting agent in aleoholic elixir
|
Up to 20
|
d. Aqua Destillata (FI ed.
III hal. 204)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum
Pemerian :
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Keasam-kebasaan pada 10ml
tambahkan 2 tetes larutan merah metil P, tidak terjadi warna merah, pada 10 ml
tambahkan 5 tetes larutan biru bromtimol P, tidak terjadi warna biru.
Sisa penguapan tidak lebih
dari 0,001% b/v ; penguapan dilakukan diatas tangas air hingga kering.
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik.
IV.
PERMASALAHAN FARMASETIKA
A.
Permasalahan
Permasalahan farmasetika
yang kami temukan dalam resep formula standar yang terdapat di formularium
nasional hal 233 kali ini, yaitu : terdapat bahan yang tidak dapat bercampur
dalam air yaitu balsamum peruvianum
B.
Penyelesaian Masalah
Dalam
pembuatan emulsi balsamum peruvianum harus ditambahkan emulgator supaya bahan
tersebut dapat bercampur dengan pembawanya yaitu aqua destillata. Dalam formula
kali ini sudah terdapat emulgator yaitu PGA (gummi arabicum) yang berfungsi
sebagai emulgator untuk menyatukan 2 bagian air yang tadinya tidak dapat
bercampur.
V.
PEMBUATAN
A.
Formula
Balsamum peruvianum (Fornas hal. 233)
Tiap 100 g mengandung :
R/ Balsamum peruvianum 4 g
Gummi Arabicum 8 g
Tanninum 3
g
Glycerolum 40
g
Aqua Destillata ad 100 g
Dosis : 2-3 x sehari, dioleskan pada bagian yang sakit
B.
Alat dan Bahan
Alat
1. Beaker glass
2. Timbangan
3. Anak timbangan
4. Pengaduk mekanik
5. Batang pengaduk
6. Sudip
7. Pemangas air
8. Cawan petri
9. Tabung reaksi
10. Pipet
11. Labu ukur
12. Wadah
13. Perkamen
14. Mortir
Bahan
1. Chloramphenicol palmitas
2. Carboxylmethyl celulosa
natricum
3. Polysorbatum -80
4. Propilenglikolum
5. Sirupus simplex
6. Aqua destillata
C.
Perhitungan dan
Penimbangan
Perhitungan
1
botol = 100 ml x 6 = 600 ml
1. Balsamum peruvianum = 4
g x 6 = 24 g
2. Gummi arabicum =
8g x 6 = 48 g
3. Aqua dest untuk PGA =
1,5 x 6 = 72 g = 72 ml
4. Tanninum = 3 g x 6 = 18 g
5. Glycerolum = 40 g x 6 = 240 g
6. Aqua Destillata = ad 100 x6 = 600 g = 600 ml –
( 24+48+72+18+240) = 198
Penimbangan
Balsamum peruvianum 24 g
Gummi
Arabicum 48 g
Aqua
dest untuk PGA 72 ml
Tanninum
18 g
Glycerolum 240
g
Aqua destillata ad 600 ml
D.
Cara Pembuatan
1. Setarakan timbangan
2. Siapkan alat dan bahan
3. Timbang bahan obat
4. Alasi mortit dengan serbet
5. Kalibrasi botol 100 ml
6. Tanninum gerus halus
tambahkan balsamum peruvianum gerus ad homogeny tambahkan PGA gerus ad homogeny
tambahkan aqua destillata untuk PGA gerus ad corpus emulsi tambahkan glycerolum
gerus sampai homogen tambahkan sisa aqua destillata gerus ad homogeny
7. Masukan kedalam botol
VI.
EVALUASI BENTUK SEDIAAN
1.
Evaluasi
pH
Evaluasi pH menggunakan kertas pH
indicator , dengan perbandingan 60 g : 200 ml air yang digunakan untuk
mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen dan diamkan agar mengendap, dan
airnya yang diukur denga kertas pH indicator dengan mencelupkan ujung
kertasnya. Lalu lihat perubahan warnanya, sesuaikan dengan warna pada kemasan
kertas pH indicator.
·
Emulsi telah jadi
masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 ml
·
Lakukan pengukuran ph
menggunakan ph meter dengan mencelupkannya kedalam emulsi.
Hasil
Pengamatan :
Hasil Evaluasi pH dari sediaan balsam peru yang
kelompok kami buat yaitu pH 5 yang sifatnya asam.
2.
Evaluasi
organoleptis
Evaluasi organoleptis merupakan
pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk
atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna ( misalnya
kuning, coklat) dan bau ( misalnya aromatic, tidak berbau). Pemberian dikatakan
baik jika warna sediaan tidak berubah dan bau tidak hilang.
Hasil
pengamatan :
Hasil Evaluasi organoleptis kelompok kami yaitu :
·
Bau : khas balsam peruv
·
Warna : coklat
·
Bentuk : emulsi
·
Kelarutan : Ada endapan bila didiamkan, namun
larut bila dikocok
3.
Evaluasi
Densitas ( bobot jenis )
·
Ditimbang piknometer
kosong ( Wpikno)
·
Piknometer kosong diisi
air suling hingga penuh, kemudian ditimbang
·
Dihitung selisih antara W
pikno + air dan W pikno didapat W air
·
Selanjutnya W air dibagi
oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( Vair)
·
emulsi dari masing-masing
formula dimasukan kedalam piknometer kosong, kemudian ditimbang ( W pikno +
emulsi)
·
Dihitung selisih antarsa
W pikno + emulsi W pikno didapat W emulsi
·
Selanjutnya W emulsi
dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis emulsi.
·
Massa jenis emulsi
selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat badan emulsi.
·
Prosedur diatas juga
dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.
Hasil
pengamatan:
Hasil evaluasi densitas (bobot
jenis) kelompok kami yaitu :
Pemeriksaan BJ dengan 25
ml sediaan :
Bobot berat awal (kosong) =
22,7093
g
Bobot Air = 46,7163 g
Bobot berat sediaan =
50,6153
g
Ø Bobot berat sedian – Bobot berat awal
=
50,6153 g –
22,7093 g = 27,9060 g
Ø Hasil pengurangan dibagi dengan 25 ml sediaan
=
= 1,1162 gr/ml
Jadi, hasil pemeriksaan
BJ dalam 25
ml sediaan adalah 1,1162
gr/ml.
4.
Evaluasi
Viskositas
Viskositas adalah gaya yan diperlukan
untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati
permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara
permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya
Mengukur viskositas emulsi menggunakan viscometer
Brookfield:
·
Masukan emulsi kedalam
beaker glass
·
Pasang alat Brookfield
dan masukan spindle dalam emulsi
·
Pilih pengatur kecepatan;
amati jarum penunjuk pada saat konstan
·
Catat angka yang ditunjuk
jarum; hitung viskositasnya
Cara
menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat viscometer antara lain :
1) Viscometer
kapiler
2) Viscometer
hoppler
3) Viscometer
cup dan plate
4) Viscometer
cone dan plate
Prosedur
:
·
Diisi tabung Ostwald
dengan sampel
·
Dengan bantuan tekanan
atau penghisapan alur mundur cairan dalam tabung kapiler hingga garis graduasi
teratas
·
Buka kedua tabung pengisi
dan tabung kapiler agar cairan dapat mengalir beban kedalam wadah melawan
tekanan atmosfir
·
Catat waktu dalam detik
yang diperlukan cairan untuk mengalir dari batas atas hingga batas bawah dalam
tabung kapiler.(FI IV hal 1038)
·
Pada evaluasi ini ada 2
cairan yang digunakan, yaitu aquades dan sirup salbutamol. Masing-masing cairan
diuji tiga kali dan dicari rata-ratanya.
Hasil
pengamatan :
Pada pengujian viskositas kami menggunakan alat viskometer
sederhana, dan kami hanya melakukan percobaan 1x karena keterbatasan waktu.
Data yang kami dapatkan sebagai berikut :
·
Hasil uji = 53:18 menit.
Sedangkan viskositas air adalah 30.14 detik.
5. Uji Homogenitas
Cara
pengujiannya adalah dengan meletakkan sediaan diatas kaca arloji kemudian
diratakan ad terlihat homogenitasnya.
Hasil pengamatannya :
Sediaan
emulsi balsam peruv yang kami buat menunjukkan homogenitas.
6. Tipe emulsi
Penentuan
tipe emulsi dilakukan dengan menambahkan salah satu fase yaitu fase air atau
fase minyak pada sediaan. Jika salah satu fase telah ditambahkan misalnya fase
air lalu diaduk dan sediaan tidak memisah atau tida pecah berarti sediaan itu
berupa emulsi minyak dalam air.
Hasil pengamatan :
Hasil
evaluasi penentuan tipe emulsi kelompok kami yaitu sediaan berupa emulsi minyak
dalam air, karena pada saat sediaan ditambahkan air kemudia di aduk sediaan
tidak memisah atau tidak pecah.
7. Volume Sedimentasi
Volume
sedimentasi (F) adalah perbandingan dari volume endapan yang terjadi (Vu)
terhadap volume awal dari suspensi sebelum mengendap (Vo) setelah suspensi
didiamkan.
Diamati
perubahan volume yang terjadi pada sediaan emulsi setelah hari ke-1, ke-2,
ke-3, ke-4, dan ke-5.
Hasil Pengamatan :
Adapun
hasil yang kami dapatkan dari volume sedimentasi ialah:
=
lar. Bening / endapan x 40
ml karena sediaan yang diuji 40
ml
=
33
ml / 7ml x 40 ml = 188,571
8. Uji Perubahan Warna
Diamati
perubahan warna yang terjadi pada sediaan emulsi setelah hari ke-1, ke-2, ke-3,
ke-4, dan ke-5.
Hasil pengamatan :
Hasil
evaluasi perubahan warna kelompok kami yaitu :
Hari
ke-1 : warna tidak berubah
Hari
ke-2 : warna tidak berubah
Hari
ke-3 : warna tidak berubah
Hari
ke-4 : warna tidak berubah
Hari
ke-5 : warna tidak berubah
Hari
ke-6 : warna tidak berubah
Hari
ke-7 : warna tidak berubah
VII.
PEMBAHASAN
Emulsi dibuat dengan
maksud untuk menyatukan dua fase yang tidak dapat bercampur yaitu fase minyak
dan fase air. Emulsi dapat digunakan untuk pemakaian luar maupun untuk
pemakaian dalam. Untuk menjaga kestabilan emulsi, digunakan emulgator yang
bekerja untuk mengurangi tegangan antar muka fase minyak dan fase air.
Menurut farmakope
Indonesia edisi III, emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut farmakope
Indonesia edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsi terdiri dua fase
cairan, yaitu cairan terdispersi yang disebut fase dalam, dan fase cairan
pembawa yang disebut fase luar. Jika fase dalam larutan berupa minyak atau
larutan dalam minyak dan fase luarnya berupa air atau larutan, maka emulsi
tersebut adalah emulsi tipe m/a. sedangkan jika fase dalam berupa air atau
larutan dan fase luarnya berupa minyak, maka emulsi tersebut merupakan emulsi
a/m.
Kestabilan emulsi :
Emulsi dikatakan stabil
apabila, tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi
partikel dari globul fase dalam selama lifetime produk. Suatu emulsi dikatakan
stabil apabila sediaan emulsi yang dibuat tidak mengalami creaming, koalesen
dan cracking (breaking), inverse.
VIII.
KESIMPULAN dan SARAN
Dalam membuat emulsi yang
perlu diperhatikan adalah tipe emulsinya, apakah emulsi termasuk kedalam emulsi
tipe minyak dalam air (m/a) atau emulsi tipe air dalam minyak (a/m). Dalam
pembuatan emulsi kita harus mengetahui bahan yang harus dimasukan terlebih
dahulu sampai bahan yang harus dimasukan terakhir (mudah menguap), karena cara
pembuatan pada emulsi berpengaruh terhadap hasil sediaannya. Sebelum membuat
sediaan pastikan formula dan perhitungan bahan sudah benar dan jika menambahkan
emulgator pastikan bahwa emulgator yang akan digunakan pada sediaan emulsi
sudah sesuai, sehingga hasil yang didapatkan bagus. Untuk mempertahankan emulsi
agar tetap stabil, maka kemaslah sediaan dengan benar dalam wadah yang tertutup
rapat
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Ed III, Depkes RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Ed IV, Depkes RI, Jakarta.
Formularium Nasional Cetakan, Departement Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anief,Moh, 1995, Farmasetika, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Lieberman, H., A., Coben, L.,J., Sediaan Semisolid, dalam
Lachman, L., Lieberman, H., A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri III, UI-Press
Link Download File dibawah ini