Senin, 10 Juli 2017

LAPORAN EMULSI BALSAM PERUV



LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID EMULSI BALSAM PERUV
Tanggal praktikum : 26 Mei 2015
        I.            TUJUAN
Membuat sediaan emulsi dengan menggunakan emulgator alam dan sintesis serta pengaruh bahan pengental, dan mengamati stabilitas fisiknya.

      II.            LATAR BELAKANG
Emulsi menurut Farmakope Indonesia edisi III hal 9, emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Emulsi menurut Farmakope Indonesia edisi IV hal 6, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsi menurut Formularium Nasional edisi 2 hal , emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem disperse, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.
           Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut. Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari olium olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menambahkan penggunaan gom arab, tragacanth, kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
Ø  Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1.      Komponen dasar : adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas :
-          Fase disperse / fase internal / fase discontinue, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain
-          Fase continue / fase external / fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)  dari emulsi tersebut
-          Emulgator adalah bagiann dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi
2.      Komponen Tambahan : adalah bahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corigen saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), anti oksidan.
Preservative yang digunakan antara lain metil, etil, propil dan butyl paraben, asam benzoate, asam sorbet, fenol, kresol, klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat dan lain-lain.
Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, l-tocopherol, asam sitrat, propil gallat, asam gallat.

Ø  Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1.      Emulsi Tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air)
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external.
2.      Emulsi Tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak)
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external.

Ø  Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu perparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur, Tujuan pemakaian emulsi, yaitu :
1.      Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w
2.      Dipergunakan sebagai obat luar / topikal.
Untuk pemakaian topikal berupa emulsi semi solid. Bisa tipe o/w maupun tipe w/o tergantung banyak factor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
3.      Dipergunakan sebagai obat injeksi. Umumnya tipe emulsi o/w





Ø  Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui prose terbentuknya emulsi dikenal 3 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah :
-          Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul mempunyai daya Tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut gaya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya Tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis disebut daya adhesi. Dalam teori ini dikatakan dengan penambahan emulgator akan menurunkan / menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.
-          Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
·         Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka terhadap air.
·         Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka terhadap minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok hidrofil menyukai air dan kelompok lipofil menyukai minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air dan minyak. Antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah H.L.B (Hydrophyl Lipophyl Balance) yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Semakin besar angka HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgatr tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian pula sebaliknya.
-          Teori Interpasial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga membentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase disper menjadi stabil.
Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
§  Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
§  Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers
§  Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.


Ø  Bahan pengemulsi (Emulgator)
a)      Emulgator Alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1)      Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Pada umumnya termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan alcohol kadar tinggi.
-          Gom Arab : sangat baik untuk emulsi tipe o/w dan untuk obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental.
-          Tragacanth : disperse tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5-6. Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20x berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental tidak dapat membentuk koloid pelindung.
-          Agar-Agar : emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab. Sebelum digunakan agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 45⁰C (bila suhu kurang dari 45⁰C larutan agar-agar akan berbentuk gel). Biasanya digunakan 1-2 %.
2)      Emulgator Alam Dari Hewan
-          Kuning telur : mengandung lecitin (golongan protein / asam amino) dan kolesterol yang dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w. zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.
-          Adeps Lanae : zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan emulgator tipe w/o dan banyak digunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2x beratnya.
3)      Emulgator Alam Dari Tanah Mineral
-          Magnesium Alumunium Silikat / Veegum : merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam magnesium dan alumunium. Dengan emulgator ini emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w. sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.


-          Bentonit : tanah liat yang terdiri dari senyawa alumunium silikat yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa seperti gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5%, membentuk emulsi tipe w/o.
    
b)      Emulgator Buatan
1)      Sabun : sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat digunakan sebagai emulgator tipe o/w maupun tipw w/o, tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe o/w, sedangkan sabun bervalensi 2, missal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe w/o.
2)      Tween 20 : 40 : 60 : 80
3)      Span 20 : 40 : 80

Ø  Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat dapat dijelaskan :

1.      Metode Gom kering atau Metode Kontinental
Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentuk corpus emulsi, baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia.

2.      Metode Gom Basah atau Metode Inggris
Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.

3.      Metode Botol atau Metode Botol Forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental) serbuk gom dimasukan kedalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil di kocok.


Ø  Cara Membedakan Tipe Emulsi
Dikenal beberapa cara untuk membedakan tipe emulsi :
1.      Dengan Pengenceran Fase
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air sedangkan tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak.

2.      Dengan Pengenceran atau Pemberian Warna
Zat warna akan tersebar merata dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase eksternal dari emulsi tersebut. Misalnya :
-          Emulsi + larutan sudan III dapat memberi warna merah pada emulsi tipe w/o, karena sudan III larut dalam minyak
-          Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe o/w, karena metilen blue larut dalam air

3.      Dengan Kertas Saring
Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi o/w dan bila timbul noda minyak pada kertas berarti emulsi tipe w/o

4.      Dengan Konduktivitas Listrik
Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan K ½ watt lampu neon ¼ watt semua dihubungkan secara seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w dan akan mati bila dicelupkan pada tipe emulsi w/o.

Ø  Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti di bawah ini :
a)      Creaming : yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya apabila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.

b)      Koalesen dan Cracking (Breaking) : adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversible (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
-          Peristiwa kimia, seperti penambahan alcohol, perubahan pH, penambahan CaO / CaCl2exicatus.
-          Peristiwa fisika seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.

c)      Inversi : adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya. Bersifat irreversible (tidak bisa diperbaiki).











    III.            PREFORMULASI
A.     Preformulasi Zat Aktif
  Balsamum peruvianum (FI ed. III hal.102)
Balsam peru adalah eksudat kental yang diperoleh dari batang Myroxylon Pereirae (Royle) klotzch yang telah dihanguskan dan di lukai, mengandung minyak aromatik yang tidak berwarna dan tidak kurang dari 53 % dan tidak lebih dari 66 % dan sering disebut ‘’sinamein’’ yang merupakan campuran benzilebenzoate dan benzilsinamat ; damar tidak kurang dari 20 % dan tidak lebih dari 28 % ; asam sinamat tidak kurang dari 10 % dan tidak lebih dari 22 % dan sedikit vanillin.
Pemerian : cairan kental, lengket, tidak berserat ; coklat tua dalam lapisan tipis berwarna coklat, transparan kemerahan, bau aromatik khas menyerupai vanillin.
Kelarutan : larut dalam kloroform P ; sukar larut dalam eter P ; dalam eter minyak tanah P dan dalam asam asetat glasial P.
Bobot jenis 1,140 – 1,170
Penyimpanan dlam wadah tertutup baik
Konsentrasi 12,5 %


B.      Preformulasi Zat Tambahan
a.      Gummi Arabicum ( FI ed. III hal. 279)
Gummi arabicum adalah eksudat gom kering yang diperoleh dari batang dan dahan acacia senegal willd, dan beberapa spesies acacia lain
Pemerian : hampir tidak berbau ; rasa tawar seperti lender
Kelarutan : mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P
Susut pengeringan : tidak lebih dari 15,0 %
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan emulsifying agent
Dengan konsentrasi 5-10% (Handbook hal. 1)

b.      Tanninum (FI ed. III hal. 59)
Acidum tannicum (asam tanat)
Asam tanat diperoleh dari gallae. Beberapa spesies Quercus, dengan cara fermentasi khusus dan penyarian dengan eter jenuh air P.
Pemerian : massa ringan mengkilap atau serbuk halus ; putih kekuningan atau kecoklatan muda ; bau khas ; rasa astringen kuat.
Kelarutan : larut dalam tidak kurang dari 1 bagian air dan dalam tidak kurang dari 1 bagian etanil (95 %) P ; sangat sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P sangat mudah larut dalam aseton P ; perlahan-lahan larut dalam 1 bagian gliserol P.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan sebagai astringen

c.       Glycerolum (FI ed. III hal. 271)
pemerian : cairan seperti sirup ; jernih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan dalam beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk rasa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20⁰.
Kelarutan : dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan (Handbook hal. 204)
          
Use
Concentration
Antimicrobial preservative
› 20

Emollient
Up to 30

Humectant

Up to 30

Ophthalmic formulation

0,5-3,0

Plasticizer in tablet film coating

Variable

Solvent for parenteral formulation

Up to 50

Sweeting agent in aleoholic elixir

Up to 20

d.      Aqua Destillata (FI ed. III hal. 204)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Keasam-kebasaan pada 10ml tambahkan 2 tetes larutan merah metil P, tidak terjadi warna merah, pada 10 ml tambahkan 5 tetes larutan biru bromtimol P, tidak terjadi warna biru.
Sisa penguapan tidak lebih dari 0,001% b/v ; penguapan dilakukan diatas tangas air hingga kering.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.


   IV.            PERMASALAHAN FARMASETIKA
A.     Permasalahan
Permasalahan farmasetika yang kami temukan dalam resep formula standar yang terdapat di formularium nasional hal 233 kali ini, yaitu : terdapat bahan yang tidak dapat bercampur dalam air yaitu balsamum peruvianum

B.      Penyelesaian Masalah
Dalam pembuatan emulsi balsamum peruvianum harus ditambahkan emulgator supaya bahan tersebut dapat bercampur dengan pembawanya yaitu aqua destillata. Dalam formula kali ini sudah terdapat emulgator yaitu PGA (gummi arabicum) yang berfungsi sebagai emulgator untuk menyatukan 2 bagian air yang tadinya tidak dapat bercampur.


     V.            PEMBUATAN
A.     Formula
 Balsamum peruvianum (Fornas hal. 233)
Tiap 100 g mengandung :
R/ Balsamum peruvianum      4 g
               Gummi Arabicum                8 g
                Tanninum                           3 g
              Glycerolum                           40 g
             Aqua Destillata                ad 100 g

Dosis : 2-3 x sehari, dioleskan pada bagian yang sakit

B.      Alat dan Bahan
Alat
1.      Beaker glass
2.      Timbangan
3.      Anak timbangan
4.      Pengaduk mekanik
5.      Batang pengaduk
6.      Sudip
7.      Pemangas air
8.      Cawan petri
9.      Tabung reaksi
10.   Pipet
11.  Labu ukur
12.  Wadah
13.  Perkamen
14.  Mortir

Bahan
1.      Chloramphenicol palmitas
2.      Carboxylmethyl celulosa natricum
3.      Polysorbatum -80
4.      Propilenglikolum
5.      Sirupus simplex
6.      Aqua destillata


C.      Perhitungan dan Penimbangan

Perhitungan
1        botol = 100 ml x 6 = 600 ml
1.      Balsamum peruvianum     =  4 g x 6 = 24 g
2.      Gummi arabicum              =  8g x 6 = 48 g
3.      Aqua dest untuk PGA        =  1,5 x 6 = 72 g = 72 ml
4.      Tanninum                          = 3 g x 6 = 18 g
5.      Glycerolum                        =  40 g x 6 = 240 g
6.      Aqua Destillata                 = ad 100 x6 = 600 g = 600 ml – ( 24+48+72+18+240)   = 198

Penimbangan
Balsamum peruvianum           24 g
Gummi Arabicum                    48 g
Aqua dest untuk PGA              72 ml
Tanninum                                18 g
Glycerolum                             240 g
Aqua destillata                    ad 600 ml
D.     Cara Pembuatan
1.      Setarakan timbangan
2.      Siapkan alat dan bahan
3.      Timbang bahan obat
4.      Alasi mortit dengan serbet
5.      Kalibrasi botol 100 ml
6.      Tanninum gerus halus tambahkan balsamum peruvianum gerus ad homogeny tambahkan PGA gerus ad homogeny tambahkan aqua destillata untuk PGA gerus ad corpus emulsi tambahkan glycerolum gerus sampai homogen tambahkan sisa aqua destillata gerus ad homogeny
7.      Masukan kedalam botol


   VI.            EVALUASI BENTUK SEDIAAN
1.                   Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan kertas pH indicator , dengan perbandingan 60 g : 200 ml air yang digunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang diukur denga kertas pH indicator dengan mencelupkan ujung kertasnya. Lalu lihat perubahan warnanya, sesuaikan dengan warna pada kemasan kertas pH indicator.
·         Emulsi telah jadi masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 ml
·         Lakukan pengukuran ph menggunakan ph meter dengan mencelupkannya kedalam emulsi.
Hasil Pengamatan :
Hasil Evaluasi pH dari sediaan balsam peru yang kelompok kami buat yaitu pH 5 yang sifatnya asam.
2.                   Evaluasi organoleptis
Evaluasi organoleptis merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna ( misalnya kuning, coklat) dan bau ( misalnya aromatic, tidak berbau). Pemberian dikatakan baik jika warna sediaan tidak berubah dan bau tidak hilang.
Hasil pengamatan :
Hasil Evaluasi organoleptis kelompok kami yaitu :
·         Bau                  : khas balsam peruv
·         Warna              : coklat
·         Bentuk             : emulsi
·         Kelarutan         : Ada endapan bila didiamkan, namun larut bila dikocok 

3.                   Evaluasi Densitas ( bobot jenis )
·         Ditimbang piknometer kosong ( Wpikno)
·         Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang
·         Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
·         Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( Vair)
·         emulsi dari masing-masing formula dimasukan kedalam piknometer kosong, kemudian ditimbang ( W pikno + emulsi)
·         Dihitung selisih antarsa W pikno + emulsi W pikno didapat W emulsi
·         Selanjutnya W emulsi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis emulsi.
·         Massa jenis emulsi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat badan emulsi.
·         Prosedur diatas juga dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.
Hasil pengamatan:
            Hasil evaluasi densitas (bobot jenis) kelompok kami yaitu :
                        Pemeriksaan BJ dengan 25 ml sediaan :
Bobot berat awal (kosong)         =  22,7093 g
Bobot Air                                    = 46,7163 g
Bobot berat sediaan                    =  50,6153 g
Ø  Bobot berat sedian – Bobot berat awal
= 50,6153 g – 22,7093 g = 27,9060 g
Ø  Hasil pengurangan dibagi dengan 25 ml sediaan
=  =  1,1162 gr/ml
Jadi, hasil pemeriksaan BJ dalam 25 ml sediaan adalah 1,1162 gr/ml.                                       

4.                   Evaluasi Viskositas
Viskositas adalah gaya yan diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya
Mengukur viskositas emulsi menggunakan viscometer Brookfield:
·         Masukan emulsi kedalam beaker glass
·         Pasang alat Brookfield dan masukan spindle dalam emulsi
·         Pilih pengatur kecepatan; amati jarum penunjuk pada saat konstan
·         Catat angka yang ditunjuk jarum; hitung viskositasnya
Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat viscometer antara lain :
1)      Viscometer kapiler
2)      Viscometer hoppler
3)      Viscometer cup dan plate
4)      Viscometer cone dan plate
Prosedur :
·         Diisi tabung Ostwald dengan sampel
·         Dengan bantuan tekanan atau penghisapan alur mundur cairan dalam tabung kapiler hingga garis graduasi teratas
·         Buka kedua tabung pengisi dan tabung kapiler agar cairan dapat mengalir beban kedalam wadah melawan tekanan atmosfir
·         Catat waktu dalam detik yang diperlukan cairan untuk mengalir dari batas atas hingga batas bawah dalam tabung kapiler.(FI IV hal 1038)
·         Pada evaluasi ini ada 2 cairan yang digunakan, yaitu aquades dan sirup salbutamol. Masing-masing cairan diuji tiga kali dan dicari rata-ratanya.
Hasil pengamatan :
Pada pengujian viskositas kami menggunakan alat viskometer sederhana, dan kami hanya melakukan percobaan 1x karena keterbatasan waktu. Data yang kami dapatkan sebagai berikut :
·         Hasil uji = 53:18 menit.
Sedangkan viskositas air adalah 30.14 detik.



5. Uji Homogenitas
Cara pengujiannya adalah dengan meletakkan sediaan diatas kaca arloji kemudian diratakan ad terlihat homogenitasnya.
Hasil pengamatannya :
Sediaan emulsi balsam peruv yang kami buat menunjukkan homogenitas.

6. Tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan menambahkan salah satu fase yaitu fase air atau fase minyak pada sediaan. Jika salah satu fase telah ditambahkan misalnya fase air lalu diaduk dan sediaan tidak memisah atau tida pecah berarti sediaan itu berupa emulsi minyak dalam air.
Hasil pengamatan :
Hasil evaluasi penentuan tipe emulsi kelompok kami yaitu sediaan berupa emulsi minyak dalam air, karena pada saat sediaan ditambahkan air kemudia di aduk sediaan tidak memisah atau tidak pecah.
7. Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) adalah perbandingan dari volume endapan yang terjadi (Vu) terhadap volume awal dari suspensi sebelum mengendap (Vo) setelah suspensi didiamkan.
Diamati perubahan volume yang terjadi pada sediaan emulsi setelah hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5.
Hasil Pengamatan :
Adapun hasil yang kami dapatkan dari volume sedimentasi ialah:
= lar. Bening / endapan x 40 ml karena sediaan yang diuji 40 ml
= 33 ml / 7ml  x 40 ml = 188,571



8. Uji Perubahan Warna
Diamati perubahan warna yang terjadi pada sediaan emulsi setelah hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5.
Hasil pengamatan :
Hasil evaluasi perubahan warna kelompok kami yaitu :
Hari ke-1 : warna tidak berubah
Hari ke-2 : warna tidak berubah
Hari ke-3 : warna tidak berubah
Hari ke-4 : warna tidak berubah
Hari ke-5 : warna tidak berubah
Hari ke-6 : warna tidak berubah
Hari ke-7 : warna tidak berubah

 VII.            PEMBAHASAN
Emulsi dibuat dengan maksud untuk menyatukan dua fase yang tidak dapat bercampur yaitu fase minyak dan fase air. Emulsi dapat digunakan untuk pemakaian luar maupun untuk pemakaian dalam. Untuk menjaga kestabilan emulsi, digunakan emulgator yang bekerja untuk mengurangi tegangan antar muka fase minyak dan fase air.
Menurut farmakope Indonesia edisi III, emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut farmakope Indonesia edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsi terdiri dua fase cairan, yaitu cairan terdispersi yang disebut fase dalam, dan fase cairan pembawa yang disebut fase luar. Jika fase dalam larutan berupa minyak atau larutan dalam minyak dan fase luarnya berupa air atau larutan, maka emulsi tersebut adalah emulsi tipe m/a. sedangkan jika fase dalam berupa air atau larutan dan fase luarnya berupa minyak, maka emulsi tersebut merupakan emulsi a/m.
Kestabilan emulsi :
Emulsi dikatakan stabil apabila, tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi partikel dari globul fase dalam selama lifetime produk. Suatu emulsi dikatakan stabil apabila sediaan emulsi yang dibuat tidak mengalami creaming, koalesen dan cracking (breaking), inverse.

VIII.            KESIMPULAN dan SARAN
Dalam membuat emulsi yang perlu diperhatikan adalah tipe emulsinya, apakah emulsi termasuk kedalam emulsi tipe minyak dalam air (m/a) atau emulsi tipe air dalam minyak (a/m). Dalam pembuatan emulsi kita harus mengetahui bahan yang harus dimasukan terlebih dahulu sampai bahan yang harus dimasukan terakhir (mudah menguap), karena cara pembuatan pada emulsi berpengaruh terhadap hasil sediaannya. Sebelum membuat sediaan pastikan formula dan perhitungan bahan sudah benar dan jika menambahkan emulgator pastikan bahwa emulgator yang akan digunakan pada sediaan emulsi sudah sesuai, sehingga hasil yang didapatkan bagus. Untuk mempertahankan emulsi agar tetap stabil, maka kemaslah sediaan dengan benar dalam wadah yang tertutup rapat























                                                                                                                                          IX.            DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Ed III, Depkes RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Ed IV, Depkes RI, Jakarta.
Formularium Nasional Cetakan, Departement Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anief,Moh, 1995, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lieberman, H., A., Coben, L.,J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H., A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press






Link Download File dibawah ini



TAGS : #LAPORAN, #EMULSI, #BALSAM, #PERUV, #PHARMACY, #TSSSL

Facebook

Follow Us

Diberdayakan oleh Blogger.