ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Oleh
Surahman, S.Pd., M.Kes
A.
Sejarah
Kesehatan Masyarakat
Sejarah kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua
tokoh mitologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Dikisahkan berdasarkan
mitos Yunani Asclepius adalah
seorang dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan
sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya, namun Asclepius dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan
bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik.
Higeia,
seorang asisten yang kemudian menjadi istrinya, juga telah melakukan upaya-upaya
kesehatan dengan cara yang berbeda dengan Asclepius. Perbedaan tersebut
terletak pada cara pendekatan dalam menangani masalah kesehatan. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel.1.1. Perbedaan cara pendekatan dalam menangani masalah kesehatan
Pendekatan
|
Cara Penanganan
|
Asclepius
|
Diobati setelah penyakit menimpa seseorang
|
Hygeia
|
Mengajarkan pemecahan masalah
kesehatan melalui ‘hidup seimbang’
Jika sudah sakit lebih mengupayakan pengobatan alamiah daripada
pengobatan/operasi dengan mengkomsumsi makanan bergizi agar memperkuat
pertahanan tubuhnya
|
Sumber Notoatmodjo (2003)
Perbedaan pendekatan yang
dilakukan oleh Asclepius dan Higeia mengakibatkan
munculnya dua aliran atau pendekatan
dalam menangani masalah-masalah kesehatan. Kelompok atau aliran pertama
cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya
disebut pendekatan kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada umumnya terdiri dari
dokter, dokter gigi, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang melakukan
pengobatan penyakit baik fisik, psikis, mental maupun sosial. Sedangkan
kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan
upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum
terjadinya penyakit. Kedalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan
masyarakat lulusan-lulusan sekolah atau institusi kesehatan masyarakat dari
berbagai jenjang (Notoatmodjo, 2003)
Perbedaan pendekatan tersebut,
pada perkembangan selanjutnya, seolah-olah timbul garis pemisah menjadi dua kelompok profesi, yakni pelayanan
kesehatan kuratif (curative health care)
dan pelayanan pencegahan atau preventif (preventive
health care). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2
Perbedaan pendekatan pelayanan kesehatan preventif dan kuratif
Tingkat
Pelayanan
|
|
Preventif
|
Kuratif
|
1.
Sasaran atau
pasien adalah masyarakat
|
Sasaran secara individual
|
2.
Masalah yang
ditangani pada umumnya adalah masalah-masalah
yang dirasakan oleh masalah masyarakat
|
Dengan pasien umumnya kontak
hanya satu kali
|
3. Hubungan
antara petugas kesehatan dan masyarakat lebih bersifat kemitraan
|
Jarak antara petugas kesehatan
(dokter, drg, dan sebagainya) dengan pasien atau sasaran cenderung jauh
|
4. Pendekatan
lebih menggunakan cara proaktif, artinya tidak menunggu adanya masalah,
tetapi mencari masalah. Petugas kesehatan masyarakat tidak hanya menunggu
pasien datang ke kantor atau di tempat praktik mereka, tetapi harus turun ke
masyarakat untuk mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat,
dan selanjutnya melakukan tindakan jika diperlukan
|
Pendekatan kuratif cenderung
bersifat reaktif, artinya petugas kesehatan
pada umumnya hanya menunggu masalah datang. Seperti dokter yang
menunggu pasien datang di Puskesmas atau tempat praktik. Kalau tidak ada
pasien datang, berarti tidak ada masalah maka selesailah tugas mereka bahwa
masalah kesehatan adalah adanya penyakit.
|
|
Pasien ditangani lebih kepada sistem biologis manusia atau
pasien hanya dilihat secara partial, padahal manusia terdiri dari kesehatan
bio-psikologis dan sosial, yang terlibat antara aspek satu dan lainnya
|
Sumber Notoatmodjo, 2003
B.
Perkembangan
Kesehatan Masyarakat
Perkembangan
Kesehatan masyarakat, tidak hanya dimulai pada munculnya ilmu pengetahuan saja,
melainkan sudah dimulai sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan modern.
Perkembangan kesehatan masyarakat pada garis besarnya dapat kita bagi menjadi 2
periode perkembangan yaitu sebelum perkembangan ilmu pengetahuan (pre-scientific
period) dan sesudah ilmu pengetahuan itu berkembang (scientific period).
a.
Periode
Sebelum Ilmu Pengetahuan
Catatan
sejarah kebudayaan di dunia seperti Babylonia, Mesir, Yunani, dan Roma telah
tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk penanggulangan
masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Ditemukan pula
dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur
tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota,
pengaturan air minum, dan sebagainya.
Pada
zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran
(latrin) umum, pembangunan latrin dibangun dengan tujuan agar tinja
tidak menimbulkan bau tidak enak dan pandangan yang tidak menyedapkan., bukan
karena alasan kesehatan (mencegah
penularan penyakit yang disebabkan oleh tinja). Demikian juga masyarakat
membuat sumur pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali yang mengalir
yang sudah kotor itu terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat
menyebabkan penyakit (Greene, 1984). Dari dokumen lain tercatat bahwa pada
zaman Romawi kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan
masyarakat mencatatkan pembangunan rumah, melaporkan adanya binatang-binatang
yang berbahaya, dan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan
sebagainya. Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk
melakukan supervisi atau peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar),
warung makan, tempat-tempat prostitusi dan sebagainya (Hanlon,1974 dalam
Notoatmodjo, 2003).
Pada
permulaan abad pertama sampai dengan kira-kira abad ke-7, pentingnya kesehatan masyarakat makin dirasakan, karena sebagaian masyarakat mulai terserang berbagai macam
penyakit menular dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah
menjadi endemi. Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari
Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak
abad ke-7 telah menjadi pusat endemi kolera. Disamping itu, lepra juga telah
menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para imigran
(Notoatmodjo, 2003).
Upaya-upaya yang
dilakukan oleh masyarakat untuk
mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit antara lain dengan
1.
Masalah
lingkungan mulai diperhatikan , terutama higiene dan sanitasi lingkungan.
2.
Pembuatan
pembuangan kotoran manusia (latrin)
3.
Mengusahakan
penggunaan air minum yang bersih
4.
Pembuangan sampah
5.
Pembuatan
ventilasi rumah yang baik
Pada abad ke-14 mulai terjadi
wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada tahun 1340 tercatat
13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir, dan Gaza dilaporkan 13.000 orang
meninggal setiap hari karena pes. Menurut catatan jumlah meninggal karena wabah
pes di seluruh dunia waktu itu mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab
itu, waktu itu disebut 'The Black Death'. Keadaan atau wabah penyakit menular
ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Di samping wabah pes, wabah
kolera, dan tipus masih berlangsung. Tercatat pada tahun 1603 lebih dari 1 di
antara 6 orang meninggal dan pada tahun 1665 sekitar 1 di antara 5 orang
meninggal karena penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk
kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang
menjadi wabah pada waktu itu antara lain tipus, disentri, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003)
Dari catatan-catatan periode sebelum ilmu pengetahuan
tersebut terlihat bahwa upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat belum
dilakukan secara menyeluruh, meskipun masalah kesehatan masyarakat khususnya
penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat.
b.
Periode
Ilmu Pengetahuan
Pada
akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 kebangkitan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang luas
terjadi terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Mulai abad
ke-19 masalah kesehatan khususnya penyakit, tidak hanya dilihat sebagai fenomena biologis, dan
pendekatan yang dilakukan tidak hanya
secara biologis yang sempit, tapi kesehatan adalah masalah yang kompleks.
Sehingga masalah kesehatan harus
dilakukan pendekatan secara komprehensif dan multisektoral.
Pada
abad ilmu pengetahuan telah ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan
vaksin sebagai pencegah penyakit, seperti yang terlampir dalam tabel 1.3
berikut ini.
Tabel 1.3
Penemuan dan penanggulangan penyakit
Penemu
|
Hasil Temuan
|
Louis Pasteur
|
vaksin untuk mencegah penyakit cacar
|
Joseph Lister
|
Asam karbol (carbolic acid)
untuk sterilisasi ruang operasi
|
William Marton
|
eter sebagai anestesi pada waktu operasi.
|
Sumber Notoatmodjo (2003) dan Mubarak
(2014)
Terkait
terjadinya serangan epidemi (wabah) kolera pada
sebagian besar rakyat Inggris terutama terjadi pada masyarakat yang
tinggal di perkotaan miskin, penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat
secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832, di mulai pada saat Parlemen
Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera
ini dan Edwin Chardwich seorang pakar sosial (social scientist) ditunjuk sebagai ketua komisi. Hasil penyelidikan
menunjukan wabah terjadi :
1. Masyarakat
hidup di suatu kondisi sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan
aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia.
2.
Air limbah yang mengalir terbuka tidak
teratur,
3.
Makanan yang
dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa.
4.
Sebagian besar
masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari dengan gaji di bawah
kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan yang
bergizi.
Laporan Chadwich
ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang lengkap dan terpercaya.
Sehingga parlemen mengeluarkan
undang-undang yang mengatur upaya-upaya
peningkatan kesehatan penduduk, termasuk sanitasi lingkungan, sanitasi
tempat-tempat kerja, pabrik, dan sebagainya.
Winslom sebagai
murid dari Chadwich, pada akhirnya dikenal sebagai pembina kesehatan masyarakat
modern (public health modern) membuat
definisi tentang kesehatan masyarakat dimana definisi kesehatan masyarakat yang
dibuat diadaptasi oleh WHO yang kemudian
melahirkan berbagai definisi sehat. Nama berikutnya yang tidak asing dalam
dunia kesehatan adalah John Snow(1854) beliau sukses dalam mengatasi penyakit
kolera yang melanda kota London dengan menerapkan pendekatan epidemiologi yaitu
tempat, orang, waktu dan lingkungan. Sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak
Epidemiologi.
Pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20 pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional mulai
dikembangkan. Dipelopori oleh John
Hopkins (1893) seorang pedagang wiski membangun universitas John Hopkins di
Baltimore Amerika, dan di dalamnya terdapat sekolah (fakultas) kedokteran. Pada
tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada, dan sebagainya.
Masalah kesehatan
masyarakat sudah menjadi perhatian dalam mengembangkan kurikulum
sekolah-sekolah kedokteran. Mulai tahun kedua para mahasiswan sudah mulai
melakukan kegiatan penerapan ilmu di masyarakat. Pengembangan kurikulum sekolah
kedokteran sudah didasarkan pada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan itu
merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik,
lingkungan sosial (termasuk kondisi kerja), kebiasaan perorangan dan pelayanan
kedokteran/kesehatan (Notoatmodjo,2003).
Pemerintah
Amerika pada tahun 1855 pertama kali membentuk Departemen Kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat,. Fungsi departemen ini adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan
bagi penduduk (public), termasuk
perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan. Departemen Kesehatan ini
sebenarnya merupakan peningkatan departemen kesehatan kota, yang telah dibentuk
di masing-masing kota, seperti di Baltimor telah terbentuk pada tahun 1798,
South Carolina tahun 1813, Philadelphia tahun 1818, dan sebagainya. Pada tahun
1872 telah diadakan pertemuan orang – orang yang mempunyai perhatian kesehatan
masyarakat, baik dari universitas maupun dari pemerintah di kota New York.
Pertemuan tersebut menghasilkan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association)
(Notoatmodjo, 2003).
C.
Kesehatan
Masyarakat di Indonesia
Sejarah
perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan
Belanda abad ke – 16.
1. Pada
tahun 1927 kolera yang pada waktu itu merupakan penyakit yang sangat ditakuti
masyarakat, masuk di Indonesia dan tahun
1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia, kemudian pada tahun 1948 cacar
masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia.
Sehingga pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya – upaya kesehatan
masyarakat dalam rangka memberantas
wabah kolera.
2.
Pada tahun 1807
dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi. Gubernur Jenderal Daendels melakukan
pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Akan tetapi upaya ini tidak
berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih kebidanan, kemudian baru pada
tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan
perawatan persalinan.
3.
Pada tahun 1851,
dr. Bosch seorang kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer, dan dokter
Bleeker di Indonesia mendirikan sekolah
dokter Jawa, di kenal dengan nama STOVIA (School
Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter
pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan
nama NIAS (Nederland Indische Arsten
School). Pada tahun 1927 Stovia berubah menjadi sekolah kedokteran dan
pada tahun 1947 namanya di ubah menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4.
Pada tahun 1888
di Bandung berdiri Pusat Laboratorium Kedokteran yang berperan penting dalam
mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kemudian pada tahun 1938 Pusat
Laboratorium ini berubah menjadi ‘Lembaga Eykman’, selanjutnya diikuti dengan
pendirian laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya, dan
Yogyakarta. Laboratorium – laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat
penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit, seperti malaria, lepra,
cacar, dan sebagainya, bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain
seperti: gizi dan sanitasi.
5.
Pada tahun 1922
pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934, dan 1935 terjadi epidemi di
beberapa tempat, terutama di pulau Jawa.
6.
Pada tahun 1925
Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan
terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas –
Purwokerto pada waktu itu. Beliau
menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan itu
adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lngkungan. Mereka membuang kotorannya di sembarang tempat,
seperti di kebun, di kali, di selokan, bahkan di pinggir jalan dan mereka
mengkomsumsi air minum juga dari sungai
yang tercemar. Menurut beliau kondisi
sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk. Oleh sebab itu
Hydrich memulai upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan dengan
melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Usaha Hydrich ini dianggap
sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
7.
Pada tahun 1935
dilakukan program pemberantasan pes ini, dengan melakukan penyemprotan DDT
terhadap rumah – rumah penduduk dan juga vaksinasi massal.Tercatat sampai pada
tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
8.
Salah satu
tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia, terjadi pada
saat memasuki zaman kemerdekaan dengan diperkenalkannya Konsep Bandung
(Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh Dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang
selanjutnya dikenal dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini mulai
diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan
preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik
di rumah sakit maupun di Puskesmas.
9.
Pada tahun 1956 ini oleh Dr. Y Sulianti dalam kegiatan pengembangan
masyarakat sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat
mendirikan ‘Proyek Bekasi’ (Tepatnya Lemah Abang) sebagian proyek percontohan
atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di
Indonesia, dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek menekankan pada
pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan
konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat,
yaitu : Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman
(Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali), dan
Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal
sistem Puskesmas sekarang ini.
10.
Pada bulan November 1967, dr. Achmad Dipodilogo dalam seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat
Indonesia. Mengungkapkan “ konsep Puskesmas” yang mengacu kepada Konsep Bandung
dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas
yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
11.
Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan
bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian
dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (Pusekesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit
pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara
terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau
sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Kegiatan pokok Puskesmas
mencakup :
a.
Kesehatan
ibu dan anak
b.
Keluarga
Berencana
c.
Gizi
d.
Kesehatan
Lingkungan
e.
Pencegahan
penyakit menular
f.
Penyuluhan
kesehatan masyarakat
g.
Pengobatan
h.
Perawatan
kesehatan masyarakat
i.
Usaha
kesehatan gizi
j.
Usaha
kesehatan sekolah
k.
Usaha
kesehatan jiwa
l.
Laboratorium
m.
Pencatatan
dan pelaporan
12. Pada tahun 1969, disepakati hanya ada dua
sistem Puskesmas yaitu tipe A dan B, Dimana tipe A dikelola oleh dokter,
sedangkan tipe B hanya dikelola oleh seorang paramedis saja.
13. Pada tahun 1979, guna penilaian Puskesmas dikembangkan satu
piranti manajerial , yaitu penilaian berupa
stratifikasi puskesmas yang dibedakan
menjadi :
a.
Strata
satu : Puskesmas dengan prestasi sangat baik
b.
Strata
dua : Puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
c.
Strata
tiga : Puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
14. Pada tahun 1984 tanggung jawab
Puskesmas ditingkatkan dengan mempunyai tanggung
jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya
masing-masing. Program pasyandu ini mencakup :
Kesehatan ibu dan anak , keluraga berencana , gizi, penanggualangan penyakit diare dan Imunisasi.
Tujuan dikembangkannya Posyandu
sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan yakni :
a. Mempercepat
penurunan angka kematian bayi dan anak balita dan angka kelahiran.
b.
Mempercepat
penerimaan norma keluarga kecil bahagian dan sejahtera (NKKBS).
c.
Berkembangnya
kegiatan-kegiatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Pelayanan
Posyandu menganut sistem 5 meja dengan urutan sebagai berikut :
a. Meja
1 : Pendaftaran pengunjung Posyandu
dilayani oleh kader kesehatan.
b. Meja
2 : Penimbangan bayi, balita dna ibu
hamil, dilayani oleh kader kesehatan.
c. Meja
3 : Pencatatan dan hasil penimbangan dari meja 2 di dalam KMS,
dilayani oleh kader kesehatan
d. Meja
4 : Penyuluhan kepada ibu bayi atau balita dan ibu hamil, oleh kader kesehatan
e. Meja
5 : Pemberian imunisasi, pemasngan alat
kontrsepsi, atau pengobatan bagi yang memerlukan, dan periksa hamil, dilayani
oleh kader kesehatan. Bila ada kasus yang tidak dapat dilayani dirujuk ke
puskesmas.
D. Definisi
Kesehatan Masyarakat
Sudah
banyak ahli kesehatan masyarakat membuat definisi kesehatan masyarakat. Mulai dari definisi
yang sangat sederhana sampai definisi
yang yang luas seperti yang kita anut
saat ini. Adapun definisi Kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan
adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan.
Dengan kata lain, kesehatan masyarakat sama dengan sanitasi. Upaya memperbaiki
dan meningkatkan sanitasi lingkungan merupakan kegiatan kesehatan masyarakat.
2. Kegiatan
kesehatan masyarakat adalah pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat
melalui perbaikan sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui
imunisasi.
3. Kesehatan
masyarakat diartikan suatu upaya integrasi antara ilmu sanitasi dengan ilmu
kedokteran. Sedangkan ilmu kedokteran itu sendiri merupakan integrasi antara
ilmu bilogi dan ilmu sosial.
4. Kesehatan
masyarakat dapat diartikan sebagai aplikasi dan kegitan terpadu antara sanitasi
dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau
masyarakat. Oleh karena masyarakat sebagai objek penerapan ilmu kedokteran dan
sanitasi mempunyai aspek sosial ekonomi dan budaya yang sangat kompleks.
Akhirnya kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan antara
ilmu kedokteran dan ilmu sanitasi dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang
terjadi di masyarakat.
5. Winslow
(1920) mendefinisikan kesehatan
masyarakat yang sampai sekarang masih relevan, yakni : kesehatan masyarakat (public
health) adalah ilmu dan seni, mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan
menigkatkan kesehatan, melalui ‘Usaha-usaha Pengorganisasisan Masyarakat’ untuk
:
a. Perbaikan
sanitasi lingkungan.
b. Pemberantasan
penyakit-penyakit menular.
c. Pendidikan
untuk kebersihan perorangan.
d. Pengorganisasi
pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
e. Pengembangan
rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang
layak dalam memelihara kesehatannya.
6.
kesehatan
masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi, dan meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha masyarakat dalam pengadaan pelayanan
kesehatan, pencegahan, dan pemberantasan penyakit. Dari perkembangan batasan
kesehatan masyarakat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat itu
meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu kedokteran kuratif,
ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu
kesehatan masyarakat (Ikatan Dokter Indonesia Amerika,1948).
E.
Ruang
Lingkup Kesehatan Masyarakat
Beberapa
disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup :
ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia, fisika, ilmu lingkungan, sosiologi,
antropologi, psikologi, ilmu pendidikan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ilmu
kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin.
Pilar
utama ilmu kesehatan masyarakat atau
disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat antara lain :
a)
Epidemiologi.
b)
Biostatistik/statistik
kesehatan.
c)
Kesehatan
lingkungan.
d)
Pendidikan
kesehatan dan ilmu perilaku.
e)
Administrasi
kesehatan masyarakat.
f)
Gizi masyarakat.
g)
Kesehatan kerja.
Kesehatan masyarakat pada praktiknya mempunyai kegiatan yang luas. Semua kegiatan baik yang langsung
maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan
(promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun
pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, dan sosial) adalah upaya
kesehatan masyarakat. Misalnya : pembersihan lingkungan, penyediaan air bersih,
pengawasan makanan, perbaikan gizi, penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masyarakat, cara pembuangan tinja, pengelolaan sampah dan air limbah,
pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, pemberantasan sarang nyamuk, lalat,
kecoa, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003)
F.
Sasaran
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat sasarannya adalah seluruh masyarakat termasuk individu,
keluarga, dan kelompok; baik yang sehat maupun yang sakit, khususnya mereka
yang berisiko tinggi dalam masyarakat.
1. Individu
Individu adalah kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, sosial, dan
spiritual. Masalah kesehatan yang
dialami individu karena ketidak mampuan merawat dirinya sendiri oleh karena
suatu hal, maka akan memengaruhi anggota keluarga lainnya dan keluarga yang ada
di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Maka disini peran tenaga tekhnis
farmasi komunitas adalah membantu
individu agar dapat memenuhi kebutuhan dasar yang tidak dapat dipenuhi sendiri
karena kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, atau kurangnya
kemauan menuju kemandirian dengan jalan melakukan promosi kesehatan.
2. Keluarga
Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta
anggota keluarga lain yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah karena
pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi dinamakan dengan keluarga.
Antar anggota keluarga saling bergantung dan berinteraksi, akibatnya jika salah
satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota yang
lainnya dan pada lingkungan disekitarnya. Dari
permasalahan tersebut di atas maka keluarga merupakan fokus pelayanan
kesehatan yang strategis. Berikut merupakan alasan yang menyebabkan keluarga
menjadi fokus sasaran pelayanan.
a.
Keluarga sebagai
lembaga yang perlu diperhitungkan.
b.
Keluarga
mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga.
c.
Masalah kesehatan
dalam keluarga saling berkaitan.
d.
Keluarga sebagai
tempat pengambilan keputusan (decision
making) dalam perawatan kesehatan.
e.
Keluarga
merupakan perantara yang efektif dalam berbagai usaha-usaha kesehatan
masyarakat.
3. Kelompok khusus
Kelompok khusus adalah sekumpulan individu yang mempunyai kesamaan
jeniskelamin, umur, dan permasalahan. Kegiatan yang terorganisasi atau
sekelompok masyarakat/individu sangat rawan terhadap masalah kesehatan karena
ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan merawat
diri sendiri. Keterbatasan yang dialami dapat berupa fisik, mental, budaya, dan
ekonomi sehingga mereka membutuhkan bimbingan dan pelayanan kesehatan. Kelompok khusus yang ada
di masyarakat dan di institusi dapat diklasifikasikan berdasarkan permasalahan
dan kebutuhan yang mereka hadapi, yaitu sebagai berikut.
a.
Kelompok khusus
dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan dan pertumbuhan (growth and development).
1)
Kelompok ibu
hamil dan ibu bersalin (melahirkan)
2)
Kelompok ibu
nifas
3)
Kelompok bayi dan
anak balita
4)
Kelompok anak
usia sekolah
5)
Kelompok usia
lanjut
b.
Kelompok khusus
dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan seperti
1)
Penderita
penyakit menular, antara lain
·
Kelompok penderita
penyakit kusta.
·
Kelompok
penderita penyakit TBC.
·
Kelompok
penderita penyakit diare.
·
Penyakit malaria
di Indonesia masih tergolong penyakit yang berbahaya dan mematikan.
·
Kelompok
penderita penyakit kelamin seperti gonore, sifilis dan penyakit HIV/AIDS.
2)
Penderita
penyakit tidak menular, antara lain: kelompok penderita penyakit hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, kanker, stroke, kecelakaan lalulintas dan
lain sebagainya. Angka kesakitan dan kematian karena penyakit tidak menular
seperti penyakit kanker dan kardiovaskular cenderung meningkat.
3)
Kelompo kcacat
yang memerlukan rehabilitasi
·
Kelompok cacat
fisik, seperti kehilangan anggota tubuh.
·
Kelompok cacat
mental
·
Kelompok cacat
sosial.
4)
Kelompok khusus
yang mempunyai risiko tinggi terserang penyakit
a.
Kelompok
penyalahgunaan obat dan narkotika.
b.
Kelompok wanita
tuna susila (WTS) atau pekerja seksual komersial.
c.
Kelompok pekerja
tertentu.
=== RANGKUMAN ===
Perbedaan pendekatan/penanganan
antara Asclepius dan Higeia dalam masalah kesehatan sebagai berikut: 1).
Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit) setelah penyakit tersebut
terjadi pada seseorang. 2). Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam
pendekatan masalah kesehatan melalui ‘hidup seimbang’, yaitu menghindari
makanan/minuman beracun , makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat,
dan melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit, Higeia lebih
menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan
penyakitnya tersebut, antara lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan
makanan yang baik, daripada dengan pengobatan/pembedahan.
Pendekatan dalam menangani
masalah-masalah kesehatan terdiri dari 2 kelompok yang cenderung menunggu
terjadinya penyakit (setelah sakit) disebut pendekatan kuratif (pengobatan),
terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang
melakukan pengobatan penyakit baik fisik, psikis, mental maupun sosial.
Sedangkan kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan
upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum
terjadinya penyakit. Kedalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan
masyarakat lulusan-lulusan sekolah atau institusi kesehatan masyarakat dari
berbagai jenjang.
Winslow (1920) mendefinisikan
kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni,
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan menigkatkan kesehatan, melalui
‘Usaha-usaha Pengorganisasisan Masyarakat’ untuk :
a.
Perbaikan sanitasi
lingkungan.
b. Pemberantasan
penyakit-penyakit menular.
c. Pendidikan
untuk kebersihan perorangan.
d. Pengorganisasi
pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
e.
Pengembangan rekayasa
sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi
Tata Cara Download
- Masuk pada postingan
- Lihat dibagian bawah tempat download yang di sediakan
- Makan akan masuk kedalam safelink-niszk
- tunggu sekitar 10 detik
- Maka akan langsung redirect ke link download tersebut.