I.
Tujuan
Percobaan
·
Untuk mengetahui bentuk sediaan krim
·
Membedakan krim dengan bentuk sediaan lainnya
·
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan krim
·
Untuk mengetahui stabilitas sediaan krim
II.
Latar
Belakang
1. Teori
Pengertian
krim, diantaranya:
Ø
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, definisi
krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Ø
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, definisi
krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
pelarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Ø
Menurut Formularium Nasional, definisi krim
adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang
dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Syarat yang harus dipenuhi suatu sediaan
krim yang baik adalah memiliki kestabilan fisika yang memadai karena
tanpa hal ini emulsi akan segera kembali menjadi dua fase yang terpisah.
Kemudian emulsi dibuktikan dengan pembentukan kriming, flokulasi dimana
dapat diamati secara visual pemisahan fase, serta perubahan kekentalan emulsi.
Krim yang stabil harus menggunakan
emulgator yang tepat. Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air dan membentuk lapisan yang
mengelilingi tetesan terdispersi sehingga mencegah koalesensi dan terpisahnya
fase terdispersi, salah satunya adalah surfaktan.
Surfaktan yang umum digunakan adalah surfaktan
nonionic, karena surfaktan ini stabil baik dalam kondisi basa, asam, pH
tinggi maupun pada kondisi netral. Dapat menurunkan tegangan antar muka yang
kaku, dan sebagai penghambat mekanisme terjadinya koalesensi yaitu
penggabunganpartikel. Selain itu surfaktan nonionic stabil pada pembekuan,
tidak toksik serta cocok dengan banyak bahan, sedangkan surfaktan anionic
kurang stabil pada kondisi basa dan surfaktan kationik hanya stabil pada
kondisi asam. Selain itu surfaktan kationik adalah emulgator yang lemah dan
umumnya digunakan sebagai emulgator pembantu.
Kualitas dasar
krim, yaitu:
·
Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka
krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban
yang ada dalam kamar.
·
Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan
seluruh produk menjadi lunak dan homogen.
·
Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah
yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
·
Terdistribusi merata, obat harus terdispersi
merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).
Penggolongan
Krim
Krim
terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak
atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:
1. Tipe
a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold
cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai
krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung
mineral oil dalam jumlah besar.
2.
Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh:
vanishing cream
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika
yang digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan
berminyak/film pada kulit.
Kelebihan
sediaan krim, yaitu:
v
Mudah menyebar rata
v
Praktis
v
Mudah dibersihkan atau dicuci
v
Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
v
Tidak lengket terutama tipe m/a
v
Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe
a/m
v
Digunakan sebagai kosmetik
v
Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang
diabsorpsi tidak cukup beracun.
Kekurangan
sediaan krim, yaitu:
v
Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim
harus dalam keadaan panas.
v
Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula
tidak pas.
v
Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m
karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.
Bahan-bahan
Penyusun Krim
Formula dasar krim, antara lain:
1.
Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam
minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
2.
Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air,
bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya).
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya).
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
§
Zat berkhasiat
§
Minyak
§
Air
§
Pengemulsi
§
Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan
jenis dan sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi
dapat digunakan emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil
alkohol, trietanolamin stearat, polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan
tambahan dalam sediaan krim, antara lain: Zat pengawet, untuk meningkatkan
stabilitas sediaan.
Bahan Pengawet
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin)
0,12-0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan
pH sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi
oleh cahaya pada minyak tak jenuh.
·
Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca
indra, mulai dari bau, warna, tekstur sediaan, konsistensi pelaksanaan
menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan
kriterianya pengujiannya (macam dan item), menghitung persentase masing- masing
kriteria yang diperoleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
·
Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter,
dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan ,
kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di
ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
·
Uji Aseptabilitas Sediaan
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai
orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan
dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian
dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk
kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.
·
Resistensi panas
Kemampuan krim yang terjadi ketika krim
diletakkan diberbagai suhu yang berbeda, diantaranya suhu kamar, suhu dingin,
dan suhu panas.
3. Zat Aktif
a. Penggunaan
Produk ini mengandung
Isothipendyl HCl sebagai zat aktif yang
menunjukkan sinergi anti inflamasi dan pengeringan sehingga dapat meredakan
gejala alergi seperti gatal, urtikaria, dan alergi yang disebabkan karena
gigitan serangga
b. Farmakologi
Isotipendil juga berfungsi sebagai antihistamin lokal. Antihistamin adalah
obat-obat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin yang berlebihan
atas tubuh dengan cara memblok reseptor-reseptor histamin. Antihistamin
mempunyai beberapa jenis reseptor khusus. Isothipendhyl HCL termasuk dalam obat
antihistamin H-1 blokers karena H-1 blokers memberi efek terhadap penciutan benjolan/gatal-gatal
(urtikaria) karena gigitan serangga dan ujung syaraf (vasodilatasi,naiknya
permeabilitas).
c. Dosis
Untuk
pemakaian topical, isotipendhyl HCL digunakan 7,5 mg dalam 1 g tube dalam
sediaan cream. Cream Andantol ini dipakai 3x sehari pada tempat yang sakit
(Sumber : ISO Vol. 47 Hal. 365).
III.
Preformulasi
dan Permasalahan Farmasetika
1. Preformulasi
Zat Aktif
-
Isothipendyl
HCL (Martindale Edisi 29 Hal 1314 )
Rumus molekul : C16 H19
N3S
Titik lebur : 212°
Pemerian : Halus putih tidak berbau atau
bubuk kristal hampir tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
Kegunaan : Antihistamin ( zat aktif )
-
Acidum stearicum
( Asam Oksalat ) FI III Hal 57
Campuran asam
organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam okta
dekanoat, C18 H36 O2 dan asam heksa dekanoat,
C12 H32 O2.
Pemerian :
Zat padat keras mengkilat menunjukkan
susunan hablur putih atau kuning pucat mirip lemak lilin.
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2
bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter 1.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
Kegunaan :
Zat tambahan, solubilizing agent
Konsentrasi : Salep dan krim 1-20%
Pelumas tablet 1-3%
-
Triciethanolaminum
(FI III Hal 612)
Campuran dari
triettanolamina, dietanolamina dan monotanolamina. Mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 107,4% dihitung terhadap zat antihidrat sebagai
metanolamina N (C2H4OH)3.
Pemerian :
Cairan kental tidak berwarna hingga
kuning pucat, bau lemah mirip amoniak,
higroskopis.
Kelarutan :
Mudah larut dalam
air dan dalam etanol (95%) larut dalam kloroform p.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup
rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan :
Zat tambahan, emulgator
Konsentrasi : Emulgator 1-4% (Handbook)
-
Adeps Lanae (FI III Hal 61)
Zat berupa lemak
yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis Anes Linne (Fam. Bouvidoe),
mengandung air tidak lebih dari 0,25%
Pemerian : Zat berupa lemak, berwarna
kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya, bau lemah dan khas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam
air, agak sukar larut dalam etanol (95%)p,
mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya ditempat sejuk.
Kegunaan :
Zat tambahan, basis krim
-
Paraffinum
Liquidum (FI III Hal
474)
Campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral, sebagai zat
pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksi toluen tidak lebih dari
10 bpo.
Pemerian :Cairan kental, transparan, tidak berflouensi,
tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam air dan etanol
(95%) P, larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Kegunaan :
Zat tambahan, solvent
Konsentrasi : Ophthalmic ointments 3-60%
Otic preparations 0,5-3%
Topical emulsions 1-32%
Topical lotions 1-20%
Topical ointment 1-95%
-
Aqua
Destilata (FI III Hal 96)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Rumus
Molekul : H2O
Pemerian :Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
-
Methylis
Parabenum (Handbook of Pharmaceutical Excipients page 310)
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8
H8 O3.
Pemerian :
Serbuk hablur halus putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan :
Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam
3 bagian aseton P, mudah larut dalam
eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati panas, jika diinginkan larutan tetap jernih.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan :
Zat tambahan ; zat pengawet
Konsentrasi : Injection 0,065 –
0,25%
Ophthalmic
preparation 0,015 – 0,05%
Oral
solution & suspension 0,15 – 0,20%
Topical
preparation 0,02 – 0,3%
Vaginal
preparation 0,1 – 0,18%
2. Permasalahan
Farmasetika
·
Isotipendil
hidrokloridum harus dibuat dalam basis yang tidak berminyak.
·
Sediaan
yang dibuat adalah krim yang merupakan sediaan setengah padat dengan tipe
minyak dalam air ataupun air dalam minyak.
·
Sediaan
krim mudah berjamur.
Penyelesaian:
·
Digunakan
basis cleansing milk yang memiliki kadar minyak yang cukup rendah.
·
Diberikan
emulgid atau zat pengemulsi (TEA) agar krim stabil dan tidak mudah rusak.
·
Diberikan
pengawet (Nipagin) agar krim tidak mudah berjamur.
IV.
Metoda
1. Formula
R/ Krim Andantol 10 g
Komposisi : Tiap 1 g mengandung
Isothipendyl HCL 0,75 mg
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat atau dalam
tube, terlindung dari cahaya.
Dosis : Oleskan sehari 3 x pada tempat yang sakit.
Ketersediaan basis cream:
Cleansing Milk (FMS hal 111)
R/ Acid
Stearic 145
TEA 15
Adeps Lanae 30
Paraf Liq 150
Aqua Dest 550
Nipagin qs.
2. Perhitungan
dan Penimbangan
a. Perhitungan
è 1 tube @ 10 g
* Andantol
GEL ( ISO VOL 47 Hal 365 )
Komposisi: Isothipendyl
HCl 10 g
* Untuk basis cream ( Cleansing Milk ) FMS Hal 111
- Pengawet
Nipagin = 0,15% x 10 g = 0,015 g = 15 mg
-
Basis =10.000 mg ( 15 g) – ( 7,5 + 15
mg ) = 9977,5 mg
1.
Acid Stearic : 145/990 x 9977,5
mg = 1461,35 mg
2.
TEA : 15/990 x 9977,5 mg = 151,17 mg
3.
Adeps Lanae : 30/990 x 9977,5 mg = 302,34 mg
4.
Paraf Liq : 250/990 x
9977,5 mg = 2519,5 mg
5.
Aqua dest : 550/990 x 9977,5
mg = 5543,05 mg
è Untuk 10 tube
@ 10 g
-
Isothipendyl : 10 x 7,5 = 75 mg
-
Nipagin : 10x 15 = 150 mg
-
Acid Stearic : 10x 1461,35 = 14613,5 mg
-
TEA : 10 x 151,17 = 1511,7 mg
-
Adeps Lanae : 10 x 302,34 = 3023,4 mg
-
Paraf Liq : 10 x 2519,5 = 25195 mg
-
Aqua dest : 10 x 5543,05 = 55430,5 mg
b. Penimbangan
No.
|
Nama
Zat
|
Khasiat
|
Jumlah
|
1.
|
Isotipendyl HCl
|
Antihistamin
|
75 mg
|
2.
|
Nipagin
|
Pengawet
|
150 mg
|
3.
|
Acid Stearic
|
Zat tambahan
|
14613,5 mg
|
4.
|
TEA
|
Zat tambahan
|
1511,7 mg
|
5.
|
Adeps Lanae
|
Zat tambahan
|
3023, 4 mg
|
6.
|
Paraf
Liq.
|
Laksativum
|
25195 mg
|
7.
|
Aqua Dest.
|
Pelarut
|
55430,5 mg
|
3. Alat dan
Bahan
a. Alat
-
Spatula 1 buah
-
Mortir dan stamfer 1
buah
-
Pinset 1
buah
-
Kaca arloji 2
buah
-
Sudip 2
buah
-
Perkamen 10
lembar
-
Tube 10
buah
-
Cawan uap 1
buah
-
Waterbath 1
set
-
Gelas beaker 1
buah
-
Pipet tetes 2
buah
b. Bahan
Isothipendyl HCl
Nipagin
Acid Stearic
TEA
Adeps Lanae
Paraf Liq
Aqua dest.
4. Prosedur
Pembuatan
·
Menyiapkan alat dan bahan
·
Menyetarakan timbangan
·
Membuat basis cream (ketersediaan cleansing milk)
·
Menimbang basis cream dengan cawan kemudian lebur
diatas penangas air (waterbath)
·
Memanaskan mortir dan stamfer dengan air panas
·
Menimbang zat aktif
·
Memasukkan TEA ke dalam lumpang yang dipanaskan
·
Memasukkan basis cream aduk ad homogen
·
Masukkan zat aktif aduk ad homogen
·
Memasukkan nipagin sebagai pengawet
·
Memasukkan kedalam tube dengan perkamen yang telah
disterilkan, yang telah ditimbang.
5.
Evaluasi
a.
Organoleptis
1.
Bau :
Khas
2.
Warna : Putih pekat
3.
Tekstur sediaan :
Lembut dan tidak lengket
b.
Evaluasi PH
Bersifat basa, mengubah lakmus merah menjadi biru.
c. Uji
Aseptabilitas Sediaan
Pengolesan pada kulit : krim nyaman
untuk digunakan dan halus saat menyentuh permukaan kulit.
d.
Resistensi Panas (Menurut FI IV)
·
Suhu kamar (150-300) :
Setelah
dilakukan percobaan, sediaan krim yang kami buat tidak mengalami perubahan
tekstur ataupun warna (stabil).
·
Suhu dingin (tidak lebih dari 80):
Setelah
dilakukan percobaan, sediaan krim yang kami buat tidak mengalami perubahan
tekstur ataupun warna (stabil).
·
Suhu panas (300-400) :
Setelah
dilakukan percobaan, sediaan krim yang kami buat tidak mengalami perubahan
tekstur ataupun warna (stabil).
V.
Pembahasan
Isotipendil hidroklorida memiliki efek
antihistamin untuk alergi seperti gatal-gatal, urtikaria ataupun alergi gigtan
serangga. Dalam penggunaannya Isotipendil hdiroklorida tidak bisa diberikan
tungga secara langsung untuk memberikan efek terapinya yang nyaman. Maka
dibuatlah dalam entuk sediaan krim dengan penambahan basis dan zat tambahan.
Mekanisme
kerja antihistamin yaitu:
·
Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi
dengan histamin untuk suatu reseptor yang spesifik pada permukaan sel. Hampir
semua AH1 mempunyai kemampuan yang sama dalam memblok histamin. Pemilihan
antihistamin terutama adalah berkenaan dengan efek sampingnya. Antihistamin
juga lebih baik sebagai pengobatan profilaksis daripada untuk mengatasi
serangan.
·
Mula kerja AH1 nonsedatif relatif lebih lambat;
afinitas terhadap reseptor AH1 lebih kuat dan masa kerjanya lebih lama.
Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan preparat dengan masa kerja lama
sehingga cukup diberi 1 kali sehari.
·
Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen
dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan
mediator kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap
ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan
neutrofil pada sel endotel. Oleh karena dapat mencegah pelepasan mediator kimia
dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat
digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang
bersifat kronik.
VI.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum
ini dapat disimpulkan bahwa :
1.
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
2.
Bahan aktif yang digunakan adalah isothipendyl
HCl.
3.
Mekanisme kerja isotipendyl yaitu memberi efek
antiinflamasi pada kulit.
4.
Persentase pada formula sangat menentukan
formulasi akhir sedian. Dalam pembuatan krim perlu diperhatikan tingkat
pemanasan dan pengadukannya.
5.
Persyaratan pH pada sediaan krim yaitu 6,4-7,1,
sedangkan pH pada sediaan kami sebesar 7. Hal ini berarti sediaan kami layak
atau memenuhi persyaratan.
6.
Sediaan krim yang kami buat ditujukan untuk
mengoibati penyakit luar (meredakan gejala alergi seperti gatal, urtikaria, dan
alergi yang disebabkan karena gigitan serangga)
7.
Sediaan krim yang kami buat sesuai dengan
spesifikasi sediaan yang diinginkan, sehingga layak untuk dibuat dalam skala
(besar) industri.
VII.
Daftar
Pustaka
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.1978.Formularium
Nasional. Jakarta: Depkes RI
Reynold, James EF. Martindale the Extra Pharmacopeia, 28 edition. 1982. The
pharmaceutical press: London
Tjay, Drs. Tanh Hoan dkk. Obat-obat Penting, edisi 6 cetakan ke 3. 2010.
Obat-obat Penting : Jakarta
ISO Indonesia. Volume
47. 2012. Jakarta: ISFI
ISO Indonesia. Volume 49. 2014. Jakarta: ISFI
Link Download File dibawah ini