BAB XII
PEMBIAYAAN
KESEHATAN
A.
Definisi Pembiyaan Kesehatan
Biaya Kesehatan ialah besarnya dana yang
harus di sediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
(Azrul Azwar : 1996) Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu
sistem yang mengatur tentang besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan
oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Helda : 2011) Sedangkan, Subsistem
Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian,
pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling
mendukung untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Ana Faiza :
2013) Dari beberapa pendapat mengenai Pembiayaan Kesehatan diatas,
terlihat bahwa biaya kesehatan dapat
ditinjau dari beberapa sudut, yaitu :
1)
Penyedia Pelayanan Kesehatan
Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan (Health Provider)
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan.Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa kesehatan dari sudut
penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan atau pun pihak swasta,
yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.
2)
Pemakai Jasa Pelayanan Yang
dimakasud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan pelayanan (Health Consumer)
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa
pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka biaya kesehatan di sini
menjadi persoalan utama para pemakai jasa
pelayanan. Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut mempersoalkannya,
yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkannya
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti
ini segera dipahami bahwa pengertian
biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan (health
provider ) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer ). Bagi
penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian
biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah
diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah
sama antara pemakai jasa pelayanan
dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk pada seluruh biaya
investasi (investment cost ) serta seluruh biaya operasional (operational cost
) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan
besarnnya dana bagi pemakai jasa
pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket ) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya
kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana
yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan
pemasukan bagi penyedia pelayan
kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia
pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit).
Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut mengalami kerugian (loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara
sangat tergantung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak tersebut. Hanya saja, karena pada
umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh
ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran
telah diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan diselenggarakan, maka
perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak didasarkan pada jumlah
dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa
pelayanan kesehatan saja.
Di samping itu, karena di setiap negara
selalu ditemukan peranan pemerintah,
maka dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor pemerintah. Tetapi karena pada upaya
kesehatan pemerintah selalu ditemukan adanya subsidi, maka cara perhitungan
yang dipergunakan tidaklah sama. Total
biaya kesehatan dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa, dan karena itu merupakan pendapatan
(income) pemerintah, melainkan dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya
total biaya kesehatan yang berlaku di
suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai. Pertama, besarnya dana yang
dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan untuk sektor swasta. Kedua,
besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan untuk sektor
pemerintah. Total biaya kesehatan adalah hasil dari penjumlahan dari kedua pengeluaran
tersebut
B.
Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2
sistem yaitu:
1.
Fee for Service ( Out of Pocket
) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan
kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK
(dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan
yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan
yang diterima. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung
pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World
Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia
masih bergantung pada system Fee for
Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO,
2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak
pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubungan Agency
Relationship, dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik
untuk pelayanan yang diberikannya kepada
pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah
pasien yang ditangani, semakin besar
pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke
pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan
volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih
banyak.
2.
Health Insurance Sistem ini
diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah
pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa
system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system). Sistem kapitasi
merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang
dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK
atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar
perkalian anggota dengan satuan biaya (unicost) tertentu. Salah satu lembaga di
Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan
melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam
penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda
pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi
pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat
terjadinya underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan
fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system
ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan,
terdapat kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien
(captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu,
PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose.
Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan
efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan
layanan ( Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal ini belum dapat
dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada hambatan dan
tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan
asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan
dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah
tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan,
dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang mempunyai resiko kesehatan
rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai
kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal
inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama
dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran
pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan
pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif,
yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan
sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia
C.
Sumber Pembiayaan Kesehatan Nasional
Telah kita ketahui bersama bahwa sumber
pembiayaan untuk penyediaan
fasilitas-fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah (public) dan swasta ( private).
Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya barang public atau
private mengingat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak
swasta ( private) cenderung bersifat komersil. Di sebagian besar wilayah
Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang
tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala
bentuk pelayanan kesehatan diberikan
oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Hal ini
tentunya akan menjadi kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah ke
bawah. Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan
fasilitas-fasilitas kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi
sebagian besar masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.
Sebelum desentralisasi alokasi anggaran
kesehatan dilakukan oleh pemerintah
pusat dengan menggunakan model negosiasi ke provinsi-provinsi. Ketika sifat
big-bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tiba-tiba menjadi
alokasi anggaran pembangunan yang disebut dana alokasi umum (DAU). Dan yang
mengejutkan bahwa anggaran kesehatan eksplisit tidak dimasukan di dalam formula
DAU. Akibatnya, dinas kesehatan berjuang mendapatkan anggaran untuk sektor
kesehatan sendiri. Pemerintah di sektor kesehatan harus merencanakan dan
menganggarkan program kesehatan, dan
bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Bersumber dari anggaran
pemerintah Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma
oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak
swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit
dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
Anggaran
yang bersumber dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :
a.
Pemerintahan pusat dan dana
dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan ABT
b.
Pemerintah provinsi melalui
skema dana provinsi (PAD ditambah dana desentralisasi DAU provinsi dan DAK
provinsi)
c.
Pemerintah kabupaten atau kota
melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD ditambah dana desentralisasi DAU
kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau kota
d.
Keuntungan badan usaha milik
daerah
e.
Penjualan aset dan obligasi
daerah
f.
Hutang pemerintah daerah
2. Bersumber dari anggaran masyarakat Dapat berasal dari individual
ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan
aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini
memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi
disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
Contohnya CSR atau (Corporate Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah
tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi.
Dana
yang bersumber dari swasta anatara lain :
a.
Perusahaan swasta
b.
Lembaga swadaya masyarakat
c.
Dana kemanusiaan (charity)
3. Bantuan biaya dari dalam
dan luar negeri Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk
penatalaksanaan penyakit-penyakit
tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh
organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari
luar negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negara-negara berkembang (termasuk Indonesia).
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat Sistem ini banyak
diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang
dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan
kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam
memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.
Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka
ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya
masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan
tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang
dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang
mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan
satu negara pun yang pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara
yang peranan swastanya sangat dominan
pun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya
kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang
menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
D. Syarat Pokok Pembiayaan
Kesehatan
Suatu
biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni :
1.Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah
yang cukup. Yang dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua
upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin
memanfaatkannya.
1.
Penyebaran
Berupa
penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan
setiap upaya kesehatan.
3.Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik,
tetapi jika pemanfaatannya tidak mendapat
pengaturan yang optimal, niscaya akan
banyak menimbulkan masalah, yang jika berkelanjutan akan menyulitkan
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Untuk
dapat melaksanakan syarat-syarat pokok tersebut maka perlu dilakukan beberapa
hal, yakni :
1)
Peningkatan Efektifitas
Peningkatan efektifitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi
penggunaan sumber dana. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki, maka alokasi
tersebut lebih diutamakan pada upaya kesehatan yang menghasilkan dampak yang
lebih besar, misalnya mengutamakan upaya pencegahan, bukan pengobatan penyakit.
2)
Peningkatan Efisiensi
Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memperkenalkan berbagai mekanisme pengawasan dan
pengendalian. Mekanisme yang dimaksud untuk peningkatan efisiensi antara lain:
a. Standar minimal pelayanan. Tujuannya adalah
menghindari pemborosan. Pada dasarnya
ada dua macam standar minimal yang sering dipergunakan yakni:
§ Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit dan
standar minimal laboratorium.
§ Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan penderita, dan daftar obat-obat
esensial.
b.
Kerjasama. Bentuk lain yang diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi ialah
memperkenalkan konsep kerjasama antar berbagai sarana pelayanan kesehatan.
Terdapat dua bentuk kerjasama yang dapat dilakukan yakni:
§ Kerjasama institusi, misalnya sepakat secara bersama-sama membeli
peralatan kedokteran yang mahal dan jarang dipergunakan. Dengan pembelian dan
pemakaian bersama ini dapat dihematkan dana yang tersedia serta dapat pula
dihindari penggunaan peralatan yang
rendah. Dengan demikian efisiensi juga
akan meningkat.
§ Kerjasama sistem, misalnya sistem rujukan, yakni adanya hubungan
kerjasama timbal balik antara satu sarana kesehatan dengan sarana kesehatan
lainnya
E. Fungsi Pembiayaan
Kesehatan
Fungsi pembiayaan kesehatan antara lain :
1.Penggalian dana
a. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM). Sumber dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik
pusat maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman
serta berbagai sumber lainnya. Sumber
dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta masyarakat.
Sumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private patnership
yang didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuk setiap
dana yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh
masyarakat sendiri guna membiayai upaya kesehatan masyarakat, misalnya dalam
bentuk dana sehat atau dilakukan secara
pasif yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana pengeluaran dari
dana yang sudah terkumpul di masyarakat, contohnya dana sosial keagamaan.
b Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) berasal
dari masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat
rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
2. Pengalokasian dana
a. Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal
dari pemerintah untuk UKM dan UKP
dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja baik pusat maupun
daerah sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan
dan belanja setiap tahunnya.
b. Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat
untuk UKM dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
3. Pembelanjaan
a. Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private
patnership digunakan untuk membiayai UKM.
b. Pembiayaan kesehatan yang
terkumpul dari Dana Sehat dan Dana Sosial Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.
c. Pembelajaan untuk
pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan kesehatan keluarga miskin
dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.
Tata Cara Download
- Masuk pada postingan
- Lihat dibagian bawah tempat download yang di sediakan
- Makan akan masuk kedalam safelink-niszk
- tunggu sekitar 10 detik
- Maka akan langsung redirect ke link download tersebut.